TRIBUNNEWS.COM -- Israel siap melakukan penyerangan lagi setelah batas waktu gencatan senjata berakhir pada Kamis (30/11/2023) pagi.
Saat ini kabinet perang Israel sedang membahas peperangan kembali dengan Hamas.
“Dalam beberapa hari terakhir saya mendengar pertanyaan: Setelah menyelesaikan tahap pengembalian sandera kami, akankah Israel kembali berperang? Jawaban saya adalah ya,” kata Netanyahu dikutip dari Jerusalem Post, Kamis.
Baca juga: Video Sejumlah Tawanan Israel Akrab dengan Pejuang Hamas saat Dibebaskan, Patahkan Propaganda Israel
Sementara pihak penengah yaitu Qatar dan Mesir terus berusaha melobi serengkaian perjanjian agar jeda peperangan tersebut bisa diperpanjang.
“Tidak ada situasi di mana kita tidak kembali berjuang sampai akhir. Ini adalah kebijakan saya. Seluruh kabinet keamanan berada di belakangnya. Seluruh pemerintah berada di belakangnya. Para prajurit ada di belakangnya. Orang-orang berada di belakangnya – inilah yang akan kami lakukan,” katanya.
Sementara itu Hamas disebut sudah bersiap diri terhadap berakhirnya gencatan senjata.
Anggota senior Hamas Osama Hamdan menyebut segala kemungkinan memang ada, seperti berperang kembali.
"Jika pendudukan melakukan agresi, perlawanan sudah siap, dan jika ketenangan terus berlanjut, kami akan melanjutkan ketenangan,” kata Hamdan kepada TV Lebanon Al-Mayadeen.
Mereka berbicara ketika Israel mencapai titik kritis mengenai kesepakatan sandera dan perang, yang telah terhenti sejak Jumat pagi.
Pada hari-hari berikutnya, 65 sandera Israel telah diterima pulang dan disambut dengan meriah, dalam lima kelompok selama lima malam, yang hampir menjadi ritual kegembiraan setiap malam saat kembalinya para tawanan dari Gaza, tempat mereka ditahan sejak Hamas dan negara-negara lain.
Baca juga: Politisi Hizbullah Ingin Gencatan Senjata Israel-Hamas Terus Berlanjut
Kelompok Hamas menangkap mereka dalam serangan tanggal 7 Oktober. IDF mengatakan pihaknya yakin sekitar 159 sandera masih berada di Gaza.
AS Ingin Gencatan Senjata Diperpanjang
Sementara itu Amerika Serikat menginginkan gencatan kembali diperpanjang.
Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken saat di Brussels menyebut negaranya menginginkan masa tenang diperpanjang.
Hari ini ia akan bertemu dengan kabinet perang Israel di Tel Aviv.
“Saya berharap untuk membahas hal ini besok ketika saya berada di Israel untuk bertemu dengan pemerintah. Dan sekali lagi, kami memiliki rekan-rekan lain di pemerintahan yang sedang berupaya keras untuk mewujudkan hal tersebut,” kata Blinken.
“Kami ingin jeda ini diperpanjang karena hal pertama dan terpenting yang bisa dilakukan adalah pembebasan para sandera, pulang ke rumah, dan berkumpul kembali dengan keluarga mereka.
Utusan khusus presiden untuk urusan penyanderaan Roger Carstens juga diperkirakan akan mengunjungi Israel pada hari Kamis.
Ada sekitar delapan orang Amerika yang termasuk di antara para tawanan.
Qatar dan Mesir, yang memediasi pembicaraan tidak langsung antara Hamas dan Israel di Doha dengan bantuan AS dilaporkan sedang mengerjakan dua kesepakatan secara bersamaan.
Upaya yang lebih besar dan signifikan dapat mencakup pembebasan 159 sandera yang tersisa dan berakhirnya perang Gaza yang dimulai ketika Hamas membunuh lebih dari 1.200 orang ketika mereka menyusup ke Israel pada tanggal 7 Oktober.
Juru bicara Kementerian Luar Negeri Qatar Majed Al-Ansari tampak secara terbuka mengkonfirmasi upaya ini selama percakapan dengan CNN.
“Negosiasi kami mengenai perempuan dan anak-anak menempati posisi terpenting dalam diskusi tersebut, namun jelas kami bergerak menuju pembebasan laki-laki sipil,” kata Ansari merujuk pada kesepakatan yang lebih besar.
Namun agar Qatar bisa fokus pada kesepakatan yang lebih besar, pertama-tama mereka harus memperpanjang jeda pertempuran setelah Kamis pagi.
Pengaturan seperti itu dapat mengakibatkan pembebasan 20 hingga 30 warga Israel selama dua hingga tiga hari ke depan melalui perpanjangan waktu. (CNN/Jpost/ewa)