TRIBUNNEWS.COM - Presiden Otoritas Palestina Mahmoud Abbas mengatakan veto Amerika Serikat terhadap resolusi Dewan Keamanan PBB yang menuntut gencatan senjata kemanusiaan di Gaza membuatnya terlibat dalam apa yang digambarkan sebagai kejahatan perang terhadap warga Palestina.
Menurut sebuah pernyataan yang dikeluarkan oleh keprisednan Palestina, Abbas juga mengatakan AS harus bertanggung jawab atas pertumpahan darah anak-anak, perempuan dan orang tua Palestina di Jalur Gaza, dikutip dari Al Arabiya.
Menguip dari Asharq Al-Aswat, Amerika Serikat menggunakan hak vetonya di Dewan Keamanan PBB pada hari Jumat.
Penggunaan hak veto Washington mematahkan tuntutan gencatan senjata segera yang dipimpin oleh Sekjen PBB Antonio Guterres dan negara-negara Arab.
Sementara anggota Dewan Keamanan yang menyutujui resolusi yang menyerukan gencatan senjata kemanusiaan di Gaza terdapat 13 anggota.
Akan tetapi resolusi tersebut dihalangi oleh Washington, sementara Inggris abstain.
Baca juga: Israel Lanjutkan Serangan di Gaza setelah Veto AS, Tepi Barat juga Jadi Sasaran
Mengetahui hal tersebut membuat perwakilan UEA yang mendukung resolusi tersebut kecewa.
“Uni Emirat Arab sangat kecewa,” kata perwakilan UEA, dikutip dari Al-Arabiya.
Ia sangat menyayangkan dengan hasil keputusan dewan keamanan PBB yang tidak dapat menyerukan gencatan senjata.
“Sayangnya… dewan ini tidak dapat menuntut gencatan senjata kemanusiaan.," tambahnya.
Sementara menurut Washington, keputusan ini dinilai tidak memberikan solusi bagi kedua negara yang terlibat.
“Meskipun AS sangat mendukung perdamaian abadi di mana Israel dan Palestina dapat hidup damai dan aman, kami tidak mendukung seruan gencatan senjata segera. Hal ini hanya akan menjadi bibit bagi perang berikutnya, karena Hamas tidak memiliki keinginan untuk melihat perdamaian yang bertahan lama, untuk melihat solusi dua negara,” kata Robert Wood, wakil duta besar AS untuk PBB, dikutip dari Al Jazeera.
AS dan Israel menentang gencatan senjata karena mereka yakin hal itu hanya akan menguntungkan Hamas.
Washington malah mendukung jeda dalam pertempuran untuk melindungi warga sipil dan mengizinkan pembebasan sandera yang disandera oleh Hamas dalam serangan mematikan terhadap Israel pada 7 Oktober.
Setelah beberapa upaya gagal untuk mengambil tindakan, Dewan Keamanan pada bulan lalu menyerukan penghentian sementara pertempuran untuk memungkinkan akses bantuan ke Gaza, yang pada hari Jumat digambarkan oleh Guterres sebagai 'mimpi buruk kemanusiaan yang terus meningkat'.
AS lebih memilih diplomasinya sendiri, dibandingkan tindakan Dewan Keamanan, untuk memenangkan pembebasan lebih banyak sandera dan menekan Israel agar lebih melindungi warga sipil dalam serangannya di Gaza ,
Pemungutan suara tersebut dilakukan setelah Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres menerapkan Pasal 99 Piagam PBB yang jarang digunakan untuk menarik perhatian dewan “setiap masalah yang, menurut pendapatnya, dapat mengancam pemeliharaan perdamaian dan keamanan internasional”.
Editor diplomatik Al Jazeera James Bays mengatakan bahwa penerapan Pasal 99 Piagam PBB oleh Guterres sangat jarang terjadi.
“Dia (Guterres) belum pernah melakukannya sebelumnya. Faktanya, seruan resmi mengenai hal ini belum pernah terjadi sejak tahun 1989,” kata Bays.
(Tribunnews.com/Farrah Putri)
Artikel Lain Terkait Konflik Palestina vs Israel