TRIBUNNEWS.COM - Hamas jual mahal menolak terlibat perundingan dengan Israel berkait pertukaran tawanan.
Mereka menegaskan posisinya untuk tidak bernegosiasi mengenai pertukaran tahanan, kecuali agresi terhadap rakyat Palestina di Gaza, dihentikan.
“Kami telah mengkomunikasikan sikap dan posisi kami kepada semua mediator,” demikian dikatakan pejabat senior Hamas Osama Hamdan dalam jumpa pers di Beirut, Lebanon, seperti dikutip Palestinechronicle.
Selain menghentikan agresi, ia mengatakan Hamas juga meminta menukar seluruh tawanan militer Israel dengan seluruh tahanan Palestina di Israel, yang kini berjumlah sekitar 7.000 orang.
Hamas memahami bahwa tawanan Israel adalah kartu terkuatnya dalam perang melawan Israel.
Kartu ini memberikan tekanan langsung pada institusi militer dan politik Israel.
Hamas diketahui kembali menyatakan sikapnya tersebut, setelah Perdana Menteri Israel Benyamin Netanyahu mengisyaratkan perundingan untuk penukaran tahanan.
Baca juga: Setelah Insiden 3 Sandera Terbunuh, Netanyahu: Israel Temui Qatar untuk Negosiasi dengan Hamas
Netanyahu menawarkan perundingan setelah IDF, pasukan pertahanan Israel, mengakui serangan mereka secara tak sengaja menewaskan tiga tahanan di Gaza.
“Instruksi yang saya berikan kepada tim perunding didasarkan pada tekanan ini, yang tanpanya kita tidak punya apa-apa,” kata Netanyahu dalam konferensi pers, Sabtu (16/12/2023).
Selama jumpa pers, Netanyahu menghindari pertanyaan tentang pertemuan Mossad dan Qatar terkait negosiasi, yang dilaporkan diadakan di Eropa.
Namun, ia menegaskan dia telah memberikan instruksi kepada tim perunding dari Israel.
“Kami mendapat kritik serius terhadap Qatar tapi saat ini kami sedang berusaha menyelesaikan pemulihan sandera kami,” katanya, dikutip dari Al Jazeera.
Namun, Netanyahu tampak tak tertarik mengakhiri perang di Gaza, seperti yang diinginkan Hamas, meskipun hal itu berarti lebih banyak sandera Israel terbunuh.
Kendati demikian, Netanyahu tidak lagi mengontrol permainan politik di Israel.
Berbagai jajak pendapat publik menunjukkan mayoritas warga Israel tidak mempercayainya, dan sebagian besar negara ingin memastikan pembebasan para tawanan.