TRIBUNNEWS.COM - Sayap militer Jihad Islam Palestina (PIJ), Brigade Al-Quds, merilis video baru yang mendokumentasikan dua sandera Israel yang ditahan oleh mereka, yang bekerja sama dengan Gerakan Perlawanan Islam (Hamas) di Jalur Gaza.
Kedua sandera Israel yang merupakan pria paruh baya itu meminta Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, untuk membebaskan mereka.
Mereka menekankan saat ini berada dalam risiko kematian akibat pemboman terus-menerus oleh pasukan pendudukan di Jalur Gaza.
"Tidak ada jaminan bahwa tentara (Israel) tidak akan mengebom kami. Kami berisiko mati kapan saja. Salah satu peluru kami bisa menimpa kami," kata sandera pertama dalam video yang dirilis oleh Brigade Al-Quds, Selasa (19/12/2023) malam, dikutip dari Al-Quds.
"Kami merasa Anda tidak ingin kami kembali hidup-hidup. Anda ingin menerima kami sebagai mayat, karena upaya Anda untuk menurunkan batas negosiasi," lanjutnya, mengkritik Netanyahu.
Baca juga: Rencana Israel Bangun Tembok Anti-Terowongan di Perbatasan Gaza-Mesir, Dibangun usai Perang Berakhir
Sementara itu, sandera kedua, Elad Katzir (47), menekankan kehidupan mereka terancam di Jalur Gaza karena rudal Israel yang bisa membunuh mereka.
“Bahaya terhadap hidup kami terus berlanjut, dan sulit untuk terus tinggal di sini, karena rudal tentara Israel yang mengancam kehidupan kami,” katanya.
Dia juga meminta Netanyahu dan semua pengambil keputusan di pemerintahan Israel untuk melakukan intervensi guna mencapai gencatan senjata dan mencapai kesepakatan pertukaran sandera.
"Kami ingin kembali ke keluarga kami. Kami tidak ingin mati di sini di Gaza,” lanjutnya.
Baca juga: Sebelum Ditembak Mati, 3 Sandera Israel Tulis Pesan SOS Pakai Sisa Makanan
Hamas Rilis Video 3 Sandera Israel
Sehari sebelumnya pada Senin (18/12/2023), sayap militer Hamas, Brigade Al-Qassam, merilis video tiga sandera lanjut usia (lansia) Israel.
Ketiga sandera diidentifikasi oleh pejabat Israel sebagai Chaim Peri (79), Yoram Metzger (80), dan Amiram Cooper (84).
Chaim Peri yang duduk di tengah mengatakan agar Israel segera menyepakati pertukaran sandera agar mereka segera bebas.
"Kami adalah generasi yang membangun landasan bagi penciptaan Israel. Kamilah yang memulai militer Pasukan Pertahanan Israel (IDF). Kami tidak mengerti mengapa kami ditinggalkan di sini," kata Chaim Peri dalam video, dikutip dari Al Jazeera.
“Anda harus melepaskan kami dari sini. Tidak peduli berapa biayanya. Kami tidak ingin menjadi korban akibat langsung dari serangan udara militer IDF. Bebaskan kami tanpa syarat apa pun,” tambahnya.
Video tersebut diakhiri dengan ketiga pria mengatakan, "Jangan biarkan kami menua di sini."
Media Israel melaporkan ketiga sandera tersebut berasal dari kibbutz Nir Oz di sepanjang perbatasan Israel, yang menjadi sasaran serangan Hamas pada 7 Oktober 2023.
Baca juga: Rudal Presisi Hizbullah Hantam Dua Peluncur Iron Dome Israel Hingga Rusak Parah
Mossad Upayakan Pembebasan Sandera
Badan Intelijen Israel, Mossad, mengupayakan pembebasan orang-orang yang masih disandera oleh Hamas di Jalur Gaza.
Sebelumnya, pemerintah Israel menghadapi demonstrasi dari warganya setelah IDF mengatakan menembak mati tiga sandera di Shujaiya, Kota Gaza, karena mengira mereka adalah anggota Hamas pada Jumat (15/12/2023).
Setelah kematian tiga sandera itu, muncul video tiga sandera lansia dan video dua sandera paruh baya, kemarahan warga di Israel meningkat.
Pada Selasa (19/12/2023), media Israel Yedioth Ahronoth melaporkan Israel sedang mempertimbangkan untuk membuat konsesi untuk mencapai kesepakatan baru dengan Hamas demi membebaskan sandera.
Setelah kesepakatan sandera selama 7 hari yang dimulai pada Jumat (24/11/2023), lebih dari 100 sandera telah dibebaskan dan diperkirakan masih ada 138 sandera di Jalur Gaza.
Baca juga: Mesir Marah Poros Philadelphia Dibom Israel, Tolak Kerahkan Pasukan Gabungan di Perbatasan Gaza
Hamas Palestina vs Israel
Sebelumnya, Israel melakukan pengeboman besar-besaran untuk menanggapi Hamas yang memulai Operasi Banjir Al-Aqsa dengan menerobos perbatasan Israel dan Jalur Gaza pada Sabtu (7/10/2023) pagi.
Hamas mengatakan serangan itu adalah tanggapan atas kekerasan yang dilakukan Israel terhadap Palestina selama ini, terutama kekerasan di kompleks Masjid Al Aqsa, seperti diberitakan Al Arabiya.
Kelompok tersebut menculik 240 orang dari wilayah Israel dan meluncurkan ratusan roket, yang menewaskan lebih dari 1.200 orang di wilayah Israel, yang direvisi menjadi 1.147.
Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu mengumumkan perang melawan Hamas dan meluncurkan pasukan ke Jalur Gaza pada keesokan harinya.
Pengeboman Israel di Jalur Gaza menewaskan lebih dari 19.453 warga Palestina dan melukai lebih dari 54.450 lainnya sejak Sabtu (7/10/2023) hingga perhitungan korban pada Selasa (19/12/2023), lebih dari 2,2 juta warga Palestina menjadi pengungsi, dikutip dari Al Jazeera.
Kekerasan juga meningkat di Tepi Barat, terutama setelah Israel melakukan penyerbuan besar-besaran ke wilayah yang dikuasai Otoritas Pembebasan Palestina (PLO) tersebut.
(Tribunnews.com/Yunita Rahmayanti)
Berita lain terkait Konflik Palestina vs Israel