TRIBUNNEWS.COM - Israel saat ini mengalami ketakutan atas kemungkinan putusan Mahkamah Internasional (ICJ) terkait gugatan yang diajukan oleh Afrika Selatan.
Israel takut ICJ mengabulkan gugatan Afrika Selatan dan memaksa mereka untuk menghentikan serangan yang sedang berlangsung di Jalur Gaza.
Kekhawatiran Israel tersebut diungkapkan oleh Otoritas Penyiaran Israel pada Jumat (5/1/2024) melalui sebuah pernyataan.
Awal mula Aftika Selatan melayangkan gugatan pada Israel di ICJ adalah pada tanggal 21 November 2023.
Saat itu, Afrika Selatan mengecam tindakan genosida Israel di Jalur Gaza.
Oleh karena itu, Afrika Selatan memutuskan untuk mengajukan petisi ke ICJ untuk memulai proses genosida terhadap Tel Aviv pada 29 Desember 2023.
Petisi tersebut berisi permintaan Afrika Selatan kepada Israel untuk segera menghentikan segala tindakan yang melanggar kewajibannya sebagai penandatangan Konvensi Genosida 1948.
"Permohonan tersebut diajukan mengenai dugaan pelanggaran yang dilakukan Israel terhadap kewajibannya berdasarkan Konvensi Pencegahan dan Penghukuman Kejahatan Genosida sehubungan dengan warga Palestina di Jalur Gaza,” kata ICJ dalam siaran persnya, dikutip dari Anadolu ajansi.
Dalam laporan tersebut, Afrika Selatan menyerahkan bukti berupa foto yang diambil oleh Anadolu terkait kejahatan yang dilakukan Israel di Jalur Gaza.
Foto-foto tersebut juga ditampilkan dalam laporan Amnesty International.
Selain itu, foto-foto tersebut menjadi bukti untuk membantu membuktikan penggunaan amunisi fosfor putih terlarang oleh Israel di Gaza.
Baca juga: Turki Jadi Negara Kedua yang Dukung Afrika Selatan Layangkan Gugatan ke ICJ Melawan Israel
Salah satunya adalah menggunakan amunisi tersebut untuk menyerang Jalur Gaza.
“Israel telah terlibat, sedang terlibat, dan berisiko terlibat lebih lanjut dalam tindakan genosida terhadap rakyat Palestina di Gaza,” kata negara Afrika tersebut.
Sebagai informasi, Israel telah melancarkan serangan udara dan darat tanpa henti di Jalur Gaza sejak serangan lintas batas oleh kelompok perlawanan Palestina Hamas pada 7 Oktober.