TRIBUNNEWS.COM - Pasukan militer gabungan Amerika Serikat dan Inggris menyerang kota-kota serta tempat penting di Yaman dengan rudal jelajah Tomahawk dan bom dari jet tempur.
Serangan pada Kamis (11/1/2024) malam itu, merupakan bentuk balasan atas serangan Houthi di Laut Merah.
"Serangan ini merupakan respons langsung terhadap serangan Houthi yang belum pernah terjadi sebelumnya terhadap kapal maritim internasional di Laut Merah – termasuk penggunaan rudal balistik anti kapal untuk pertama kalinya dalam sejarah,” kata Presiden AS Joe Biden, dikutip The Messenger.
“Serangan-serangan ini telah membahayakan personel AS, pelaut sipil, dan mitra kami, membahayakan perdagangan, dan mengancam kebebasan navigasi."
"Lebih dari 50 negara terkena dampak 27 serangan terhadap pelayaran komersial internasional.”
Serangan udara gabungan tersebut, dilakukan dengan dukungan dari Australia, Bahrain, Kanada dan Belanda.
Serangan menargetkan lokasi peluncuran dan depot penyimpanan, kata seorang pejabat pertahanan.
Serangan udara tersebut mengenai belasan target di Yaman.
Beberapa minggu sebelumnya, kelompok Houthi Yaman yang didukung Iran, mengganggu rute pelayaran di Laut Merah.
Kelompok Houthi menargetkan kapal-kapal Israel atau kapal yang berafiliasi dengan Israel, sebagai bentuk dukungan mereka terhadap Hamas.
AS dan Inggris memiliki perangkat keras militer yang besar di Laut Merah sebagai bagian dari Operation Prosperity Guardian atau Operasi Penjaga Kemakmuran, yang diluncurkan untuk melindungi lalu lintas pelayaran.
Baca juga: Tanggapi Resolusi PBB soal Serangan di Laut Merah, Houthi Desak Israel Hentikan Genosida di Gaza
Pasukan Amerika mengerahkan kapal induk bertenaga nuklir USS Dwight D. Eisenhower, satu kapal penjelajah dan dua kapal perusak.
Sementara itu Royal Navy milik Inggris memiliki kapal perusak berpeluru kendali HMS Diamond.
Tidak jelas aset militer apa yang digunakan dalam serangan di Yaman.