TRIBUNNEWS.COM - Presiden Prancis, Emmanuel Macron mengatakan bahwa Prancis tidak ikut serta dalam koalisi militer internasional untuk lakukan serangan udara terhadap sasaran Houthi di Yaman.
Dirinya menegaskan tak mau ikut-ikutan dengan serangan yang dilakukan imbas adanya konflik di Laut Merah.
Macron menyebut alasannya karena khawatir hal itu akan berkontribusi pada eskalasi ketegangan regional.
“Kami mempunyai posisi yang berusaha menghindari eskalasi apa pun,” kata Macron, mengutip Al Jazeera, Rabu (17/1/2024).
Pihaknya juga menekankan bahwa masalah ini harus diperlakukan sebagai masalah diplomatik dan bukan militer.
Sebelumnya pada tanggal 12 Januari 2024, militer AS dan Inggris dengan dukungan non-operasional dari Australia, Bahrain, Kanada, dan Belanda melakukan serangkaian serangan udara terhadap lokasi militer Houthi di Yaman.
Serangan tersebut terjadi sebagai respons terhadap serangan berulang-ulang yang dilakukan kelompok dukungan Iran terhadap kapal-kapal internasional di Laut Merah.
Houthi tegas melakukan serangkaian serangan terhadap kapal-kapal yang terafiliasi dengan Israel.
Hak itu sebagai pembalasan atas perang Israel di Gaza
Serangan Terbaru
Diketahui Militer AS melancarkan serangan baru di Yaman pada hari Selasa (16/1/2024), terhadap rudal balistik anti-kapal di bagian negara yang dikuasai Houthi ketika sebuah rudal menghantam kapal milik Yunani di Laut Merah.
Baca juga: Bantah Klaim Gedung Putih, CIA Tak Temukan Bukti Houthi Didikte Iran soal Serang Laut Merah
Serangan yang dilakukan oleh milisi Houthi yang bersekutu dengan Iran terhadap kapal-kapal di wilayah tersebut sejak November 2023, telah berdampak pada perusahaan-perusahaan di negara-negara besar.
Kelompok Houthi mengatakan, mereka bertindak sebagai solidaritas terhadap Palestina dan mengancam akan memperluas serangan hingga mencakup kapal-kapal AS sebagai tanggapan atas serangan AS dan Inggris terhadap lokasi mereka di Yaman.
Dalam upaya untuk memotong pendanaan dan pasokan senjata mereka, pemerintahan Presiden AS Joe Biden berencana memasukkan kembali pemberontak Houthi ke dalam daftar organisasi teroris AS, kata dua pejabat AS, mengutip Reuters.
Padahal sebelumnya Pemerintahan Biden pada tahun 2021 telah menghapus Houthi dari dua daftar yang menetapkan mereka sebagai teroris.
Kini kelompok Houthi masuk dalam daftar teroris global yang ditetapkan secara khusus.
Gedung Putih mengatakan serangan tambahan AS pada hari Selasa berhasil menghancurkan rudal balistik yang siap diluncurkan Houthi.
"Kami tidak ingin memperluas masalah ini. Houthi punya pilihan yang harus diambil dan mereka masih punya waktu untuk membuat pilihan yang tepat, yaitu menghentikan serangan sembrono ini," kata juru bicara Gedung Putih John Kirby.
(Tribunnews.com/Garudea Prabawati)