TRIBUNNEWS.COM – Senator Amerika Serikat (AS) dari Partai Republik, J.D. Vance, mendesak sesama senator partainya untuk menolak bantuan lanjutan untuk Ukraina.
Desakan itu muncul setelah Kementerian Pertahanan AS mengeluarkan laporan yang berisi kegagalan pemantauan bantuan senjata untuk Ukraina.
Bantuan senjata yang itu bernilai lebih dari $1 miliar atau sekitar Rp15,7 triliun.
“Kami sungguh tidak tahu ke mana perginya banyak uang kita di Ukraina,” kata Vance pada hari Rabu, (24/1/2024), dikutip dari Sputnik.
Dia juga menyinggung kasus korupsi yang terkait dengan bantuan senjata tersebut.
“Korupsinya tak terkendali. Satu lagi alasan untuk menolak bantuan selanjutnya,” ujarnya menjelaskan.
Kemudian, pada hari yang sama Vance mengirimkan memo kepada para senator Partai Republik.
Memo itu berisi peringatan tentang “kegagalan sistemik” dalam pelacakan atau pemantauan bantuan AS ke Ukraina.
“Klaim tentang transparansi radikal dan pelacakan senjata AS di Ukraina benar-benar tidak akurat,” ujar Vance dalam memo itu.
Selain itu, Vance membantah pernyataan bahwa tidak ada bukti mengenai transfer terlarang ke Ukraina.
Dia menyinggung laporan dari Inspektur Jenderal Kementerian Pertahanan AS yang memperingatkan bahwa AS tidak punya mekanisme yang mencukupi untuk menentukan apakah senjata telah jatuh ke tangan yang salah.
Baca juga: Lagi Ngos-ngosan Hadapi Rusia, Militer Ukraina Malah Pusing Ditimpa Skandal Megakorupsi
Laporan yang diterbitkan bulan Januari itu menyebukan bahwa Pentagon gagal melacak lebih dari $1 miliar bantuan senjata untuk Ukraina.
Disebutkan pula bahwa Pentagon tak tahu apakah senjata itu telah dialihkan.
Memo itu disampaikan menjelang rapat politikus Partai Republik tentang persoalan Ukraina pada hari Rabu Sore.
Dalam rapat tersebut para legislator membahas bantuan tambahan untuk negara bekas Uni Soviet itu.
Para legislator Partai Republik telah mendesak Presiden AS Joe Biden untuk memperbaiki pengawasan bantuan senjata senilai miliaran dolar yang dikirimkan ke Ukraina.
Di sisi lain, pemerintahan Biden belum mendapat persetujuan dari DPR AS perihal bantuan selanjutnya untuk Ukraina.
Skandal megakorupsi dalam militer Ukraina
Skandal megakorupsi kini menimpa militer Ukraina di tengah pertempuran melawan Rusia yang tak kunjung usai.
Pada Selasa, (9/1/2024), Menteri Pertahanan Ukraina Rustem Umerov menyebut pihak berwenang telah mendeteksi adanya dugaan korupsi besar-besaran di dalam militer negaranya.
Di media sosial Facebook, Umerov mengatakan proses audit yang dilakukan Kementerian Pertahanan telah mengungkap tindak korupsi.
Nilai korupsi itu bahkan sudah mencapai 10 miliar hryvnia atau sekitar Rp4,07 triliun hanya dalam 4 bulan terakhir. Angka itu bahkan belum termasuk tindak korupsi sebelumnya.
Baca juga: Perang Rusia-Ukraina Hari ke-700, 20 Days in Mariupol Masuk Nominasi Film Dokumenter Terbaik OSCAR
Menurut Umerov, Dinas Keamanan Ukraina bersama dengan Kementerian Pertahanan juga membongkar rencana korupsi.
Korupsi itu terkait dengan pembelian amunisi senilai 1,5 miliar hyrvinia atau sekitar Rp 611 miliar.
“Berita tentang kasus penahanan dan kejahatan yang kalian lihat belakangan ini adalah sebuah perubahan,” kata Umerov dikutp dari Anadolu Agency.
“Perubahan akan lebih sering diketahui. Salah satu prioritas tim Kementerian Pertahanan ialah membersihkan sistem itu dari peserta yang tidak mendukungnya, di dalam dan di luar institusi itu,” ujarnya menjelaskan.
Menurut dia, Kementerian Pertahanan berupaya menyelesaikan masalah korupsi secara sistematis.
Kementerian itu juga tengah menerapkan “sistem pembelian baru menurut standar Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO)".
Umerov berujar tambahan pembelian senjata kini dilakukan lewat dua badan khusus.
“Dalam empat bulan kita berhasil menyisihkan 3,5 miliar hyrnia dalam semua pembelian logistik. Ini sekitar 20 persen dari jumlah rencana pembelian,” katanya.
Dikutip dari Newsweek, Ukraina telah mengajukan diri menjadi anggota Uni Eropa.
Hal itu membuat Ukraina sangat sensitif terhadap kasus korupsi karena para sekutunya terus terus mengirimkan bantuan keuangan guna melawan Rusia.
(Tribunnews/Febri)