Sementara itu, AS telah bersiap-siap dalam seminggu terakhir ini untuk menanggapi serangan di Yordania.
Pemerintahan Biden menjanjikan tanggapan bertahap terhadap serangan yang dapat berlangsung selama berminggu-minggu.
Serangan di Yordania terjadi pada hari Minggu (28/1/2024) di dekat perbatasan dengan Suriah dan menyebabkan tiga tentara AS tewas dan melukai lebih dari 30 lainnya.
Juru bicara Gedung Putih John Kirby mengatakan kepada wartawan bahwa serangan di Yordania terkait dengan “Perlawanan Islam di Irak”, sebuah kelompok payung paramiliter yang didukung Iran.
Serangan ini terjadi pada saat yang sama ketika pesawat tak berawak AS kembali ke pangkalan, sehingga menimbulkan kebingungan apakah pesawat tak berawak yang masuk itu adalah teman atau musuh.
Oleh karena itu, sistem pertahanan udara tidak segera diaktifkan.
Kelompok Perlawanan Islam di Irak adalah kelompok payung yang dibentuk pada bulan Oktober sebagai tanggapan terhadap perang Israel di Gaza.
Kelompok itu telah melakukan serangan terhadap sasaran AS di Irak, Suriah dan sekarang Yordania.
Kelompok ini juga mengaku bertanggung jawab atas serangan di Israel.
Semua organisasi dalam kelompok tersebut pro-Iran dan yang paling menonjol di antara mereka adalah Kataib Hizbullah.
Komentar pada hari Kamis dari Kirby, juru bicara Gedung Putih, mencatat bahwa AS yakin serangan Yordania memiliki jejak Kataib Hizbullah.
Baca juga: Komite Perlawanan Palestina: Hizbullah-Houthi-Kataib Hizbullah Bersatu, Awal Habisnya Israel
Tak lama setelah itu, Kataib Hizbullah mengumumkan penghentian operaso terhadap pasukan AS.
Sejak pengumuman tersebut, tidak ada serangan baru terhadap AS di wilayah tersebut.
“Kami mengumumkan penangguhan operasi militer dan keamanan terhadap pasukan pendudukan untuk mencegah rasa malu bagi pemerintah Irak,” kata Abu Hussein al-Hamidawi, sekretaris jenderal kelompok paramiliter tersebut.