TRIBUNNEWS.COM - Kelompok militan Palestina Hamas pada hari Selasa menyampaikan tanggapannya mengenai kesepakatan gencatan senjata kepada Qatar dan Mesir.
Terkait usulan gencatan senjata, Hamas merespons rencana tersebut dengan semangat positif.
Namun terdapat poin-poin yang harus diperhatikan dalam rencana gencatan senjata tersebut.
Hamas menuntut adanya gencatan senjata total agar agresi Israel di Gaza segera dihentikan.
Selain itu, Hamas juga menggarisbawahi perlindungan terhadap rakyat Palestina dan proses pertukaran tahanan segera tercapai.
“Semangat positif memastikan gencatan senjata yang komprehensif dan menyeluruh, mengakhiri agresi terhadap rakyat Palestina, memberikan bantuan, perlindungan, dan rekonstruksi, mencabut pengepungan di Jalur Gaza, dan mencapai proses pertukaran tahanan," pernyataan Hamas, dikutip dari Roya News.
Hamas juga berterima kasih kepada Mesir dan Qatar yang telah mengupayakan penghentian agresi di Gaza dan membela rakyat Palestina.
“Sementara kami memberi hormat kepada rakyat kami dan ketangguhan serta perlawanan berani mereka yang legendaris, terutama di Jalur Gaza, kami menegaskan bahwa kami, dalam gerakan Hamas, bersama dengan semua kekuatan dan faksi nasional, berkomitmen untuk membela rakyat kami, di jalan untuk mengakhiri konflik pendudukan dan mencapai hak nasional mereka yang sah atas tanah dan kesucian mereka," bunyi pernyataan itu.
Setelah adanya respons positif Hamas, pejabat senior Hamas Ghazi Hamad mengatakan tujuan pihaknya dalam gencatan senjata di Gaza.
Melalui pesan teks kepada Reuters, Ghazi mengatakan Hamas akan membebaskan sandera Palestina sebanyak mungkin.
Sementara Menteri Luar Negri AS Antony Blinken mengatakan ia yakin rencana ini merupakan keputusan yang penting.
Sehingga ia yakin rencana ini akan mencapai kesepakatan antara Hamas dan Israel.
“Masih banyak pekerjaan yang harus dilakukan, namun kami tetap yakin bahwa kesepakatan adalah mungkin, dan memang penting," kata Blinken.
Blinken memberikan tanggapan ini ketika berbicara pada konferensi pers dengan Perdana Menteri dan Menteri Luar Negeri Qatar Sheikh Mohammed bin Abdulrahman Al Thani pada hari Selasa (6/2/2024).