Ayah dan anak hanya bertemu muka dua kali.
Terlepas dari tantangan-tantangan ini, Cedrick berjuang untuk mendaftar di IDF sebagai jalan praktis untuk memperoleh kewarganegaraan.
Dia akhirnya menjadi tentara di Brigade Givati.
Baca juga: Perwira Brigade Givati Israel: Tiap Hari Kami Masuk Perangkap Hamas, Banyak Kaki Tentara Diamputasi
Menjelang akhir dinasnya pada tahun 2021, ia menerima sertifikat kehormatan dari kepala Komando Selatan IDF atas pengabdiannya, dan ia diberikan kewarganegaraan Israel setelah menyelesaikan tugas militernya.
Namun, cerita hidup Garin berakhir tragis di tanah Gaza.
Dia dimakamkan di pemakaman Givat Shaul Tel Aviv pada tahun 2024.
Dia termasuk di antara 21 tentara yang tewas di Gaza ketika timnya diserang RPG, yang mengakibatkan ledakan yang meruntuhkan dua bangunan dengan tentara di dalamnya.
Baca juga: Brigade Al-Qassam Terbitkan Video yang Bikin Kaget Israel: Sekali Sergap Puluhan IDF Tewas
Insiden ini menandai peristiwa paling mematikan bagi IDF sejak invasi darat Gaza dimulai.
Rasisme Sistemik di Israel
Penderitaan pekerja asing seperti Cedrick masih menjadi isu kompleks di Israel.
Banyak dari mereka, termasuk warga Filipina, kurang mendapat pengakuan dari masyarakat dan pemerintah, meski diklasifikasikan sebagai pekerja asing dan pencari suaka.
Tantangan yang mereka hadapi, termasuk perjuangan untuk mendapatkan kewarganegaraan, bisa sangat mengejutkan jika dilihat dari sudut pandang yang berbeda.
Perlakuan pemerintah Israel terhadap para perempuan ini, yang seringkali harus berpisah dengan anak-anak mereka karena pembatasan visa, dikritik sebagai tindakan yang tidak adil.
(oln/jn/*)