Israel masih bersikeras akan menyerang Rafah meski tidak didukung oleh AS yang menjadi sekutu dekatnya.
AS mengatakan Israel seharusnya tidak menyerbu Rafah jika tidak punya rencana bantuan kemanusiaan.
“Kami belum melihat rencana seperti itu,” kata juru bicara Kementerian Luar Negeri AS Matthe Miller.
“Penilaian kami bahwa mereka tidak bisa, seharusnya tidak menyeru Rafah tanpa rencana bantuan kemanusaan yang kredible dan sungguh bisa mereka terapkan.”
Israel marah dan memprovokasi AS
Para pejabat AS meyakini Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu sengaja memprovokasi AS.
Menurut media AS, Axios, para pejabat Gedung Putih menyebut Netanyahu mengeluarkan reaksi berlebihan atas keputusan AS untuk abstain dalam pemungutan suara untuk resolusi gencatan senjata di Jalur Gaza.
Padahal, pada beberapa pemungutan suara sebelumnya AS memilih menggunakan hak vetonya.
Abstainnya AS itu membuat resolusi itu diloloskan oleh Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (DK PBB) dan kemudian membuat Israel berang.
Kantor Netanyahu menuding AS mengubah “sikap konsistennya” sejak perang di Gaza meletus pada bulan Oktober 2023.
Netanyahu kemudian memilih membatalkan kunjungan utusan Israel ke AS.
Utusan itu sedianya akan mengikuti rapat dengan para pejabat AS untuk membahas rencana serangan ke Kota Rafah di Gaza.
“Semua itu merugikan diri sendiri. Perdana menteri itu (Netanyahu) sebenarnya bisa memilih jalan lain, dengan menyelarakan diri dengan AS mengenai makna resolusi ini. Dia memilih untuk tidak melakukannya, tampaknya karena tujuan politik,” demikian salah satu pernyataan pejabat AS, dikutip dari Russia Today yang mengutip Axios.
“Jika Perdana Menteri Netanyahu merasa sangat kuat, mengapa dia tidak menelepon Presiden Biden?” tanya pejabat AS lainnya.
Juru bicara Gedung Putih John Kirby menyebut pembatalan kunjungan delegasi itu mengecewakan.
AS dibuat “bingung” oleh pembatalan itu karena, menurut Kirby, abstainnya AS tidak mencerminkan perubahan dalam kebijakan AS.
(Tribunnews/Febri)