Lebih dari Separuh Warga AS Kini Menentang Genosida Israel di Gaza, Hasil Jajak Pendapat Terbaru
TRIBUNNEWS.COM- Lebih dari separuh warga AS menentang genosida Israel di Gaza, hasil Jajak Pendapat terbaru.
Dukungan rakyat AS terhadap kampanye genosida Israel di Jalur Gaza telah menurun sebesar 14 poin sejak November 2023.
Karena kini lebih dari separuh warga AS kini mengatakan mereka tidak menyetujui kekejaman israel yang dilakukan terhadap warga Palestina selama enam bulan terakhir.
Menurut jajak pendapat Gallup yang dilakukan antara tanggal 1 dan 20 Maret, hanya 36 persen responden yang menyetujui tindakan militer Israel di Gaza, sementara 55 persen tidak setuju.
Ketidakpuasan terhadap kejahatan perang Israel di Gaza telah tumbuh di AS, apa pun garis partainya.
Namun demikian, Partai Republik lebih teguh dalam mendukung Tel Aviv.
Penurunan dukungan yang paling signifikan terhadap Israel terjadi di kalangan pemilih independen dan demokratis, yang semakin memperumit perjuangan berat Presiden AS Joe Biden menjelang pemilu November.
Di antara basis pendukungnya, 18 persen pendukung menyetujui genosida yang sedang berlangsung di Gaza, sementara 75 persen tidak setuju dan menentangnya.
Jajak pendapat terbaru ini dilakukan ketika ketegangan publik meningkat antara Washington dan Tel Aviv.
Pada hari Senin, AS untuk pertama kalinya, menolak untuk memveto resolusi Dewan Keamanan PBB (DK PBB) mengenai gencatan senjata di Gaza, sehingga membuat pejabat Israel berada dalam situasi yang kacau.
“Gaza menderita bencana kemanusiaan, dan situasinya semakin buruk,” kata Menteri Pertahanan AS Lloyd Austin kepada timpalannya dari Israel Yoav Gallant dalam sambutannya di depan pers minggu ini.
Meskipun beberapa pejabat AS mulai mengkritik strategi militer Israel di Gaza secara terbuka, perlindungan militer dan politik terhadap Tel Aviv tidak berkurang.
Pada hari yang sama AS abstain. Juru bicara departemen luar negeri DK PBB, Matthew Miller, menegaskan bahwa Washington saat ini tidak punya alasan untuk membantah jaminan Israel bahwa mereka mematuhi hukum kemanusiaan di Gaza.
“Kami belum menemukan bahwa mereka melanggar hukum humaniter internasional, baik dalam hal pelaksanaan perang maupun dalam hal pemberian bantuan kemanusiaan,” kata Miller.
Ketika Donald Trump mendapatkan dukungan menjelang pemilihan presiden bulan November, para pejabat Gedung Putih berusaha keras untuk menjauhkan para pengambil keputusan dari kebrutalan yang dilakukan terhadap warga Palestina.
Israel Ancam Akan Melakukan Invasi Penuh ke Rafah Paling Lambat pada Bulan Mei
Israel dilaporkan mengancam akan memasuki kota Rafah paling selatan di Jalur Gaza setelah Idul Fitri, hari libur yang menandai akhir bulan suci Ramadan.
Sejak gagalnya perundingan gencatan senjata pada tanggal 26 Maret, pesan-pesan Israel dan AS telah disampaikan ke Mesir dan Qatar dengan tuntutan untuk menekan Hamas agar menyetujui gencatan senjata dan kesepakatan pertukaran tahanan sesegera mungkin, sumber-sumber Mesir mengatakan kepada harian Lebanon Al-Akhbar.
Laporan tersebut menambahkan bahwa Israel telah mengkonfirmasi kepada Mesir bahwa mereka tidak akan membuat ‘konsesi baru’ untuk menghidupkan kembali perundingan gencatan senjata.
Para pejabat Israel “mengisyaratkan” bahwa mereka akan melancarkan operasi di Rafah setelah liburan Idul Fitri, atau paling lambat awal Mei mendatang.
Selain itu menambahkan bahwa tentara akan memulai operasi khusus dalam beberapa hari mendatang, yang akan membuka jalan dan memfasilitasi serangan darat, jika tidak ada kesepakatan gencatan senjata yang tercapai.
Menurut informasi yang diterima Al-Akhbar, perwakilan Israel berdiskusi dengan Mesir beberapa skenario terkait operasi di Rafah.
Penyerbuan ke kota tersebut akan memakan waktu paling lama antara empat dan delapan minggu, untuk mencapai tujuan melenyapkan gerakan Hamas dan membebaskan semua sandera.
Pesan-pesan yang disampaikan kepada para pejabat Mesir dan Qatar termasuk pembicaraan tentang deportasi massal warga Palestina dari Rafah menuju jantung Gaza.
Hal ini akan didasarkan pada rute dan waktu tertentu, yang akan diumumkan kepada warga sipil di Rafah, menurut sumber tersebut.
Hal ini juga akan mencakup pemantauan udara dan darat untuk memastikan pejuang perlawanan tidak bergerak di sekitar tahanan.
Sumber-sumber Mesir menyebut rencana Israel sebagai “berbahaya” dan mengatakan bahwa hal itu akan menyebabkan eskalasi lebih lanjut.
Para pejabat AS telah secara terbuka memperingatkan Israel bahwa operasi di Rafah menimbulkan kekhawatiran serius dan bahwa mereka tidak akan membiarkan penyerbuan ke kota tersebut kecuali ada rencana untuk mengevakuasi lebih dari 1,2 juta warga Palestina yang terdampar dan terkepung di kota tersebut dengan ‘aman’.
Klaim Rafah Benteng terakhir Hamas.
Wall Street Journal (WSJ) melaporkan pada hari Rabu bahwa AS sedang mencoba untuk “membentuk” operasi Rafah Israel, dan berupaya untuk menghasilkan “sebuah alternatif terhadap operasi militer skala penuh dan mungkin prematur.”
Awal bulan ini, POLITICO melaporkan, mengutip para pejabat AS, bahwa Washington akan menerima dan mendukung “operasi kontraterorisme” yang lebih terbatas daripada invasi skala penuh.
Israel mengancam akan melakukan invasi penuh ke Rafah paling lambat pada bulan Mei.
Washington dilaporkan 'membentuk' rencana Rafah Israel secara tertutup, tanpa ada upaya untuk menghentikan agresi tersebut
(Sumber: The Cradle)