Intelijen Israel: Lima Bulan Gempuran Total, Gerakan Hamas Mustahil Dihancurkan
TRIBUNNEWS.COM - Pejabat intelijen Israel mengakui kalau militer mereka potensial tidak dapat menghancurkan Gerakan Perlawanan Palestina Hamas.
Pengakuan itu dilansir, surat kabar harian Inggris The Telegraph pada Rabu (27/3/2024).
Israel Kalah Perang, Dewan Keamanan PBB Perintahkan Gencatan Senjata Segera di Gaza
“Tujuan utama invasi Gaza menghadapi kegagalan karena dukungan internasional berbalik melawan Israel,” tulis surat kabar tersebut melaporkan, mengutip sumber-sumber informasi mereka di keintelejenan Israel.
Tujuan utama yang dimaksud adalah Israel memberangus Hamas dan mampu membebaskan para sanderanya yang ditawan Hamas di Gaza.
Berbulan-bulan gempuran total Israel menunjukkan, dua target utama itu masih jauh dari kata sukses.
Baca juga: Al-Bureij Kembali Menyala, Tentara IDF Berkalang Tanah, Brigade Al-Qassam Bombardir Pakai Mortir
Menurut laporan tersebut, kantong-kantong perlawanan 'gerilya' milisi Palestina masih tetap ada meskipun sudah digempur habis-habisan dalam pertempuran sengit selama lebih dari lima bulan di Jalur Gaza yang terkepung,.
"Mungkin “sudah terlambat” untuk menghancurkan batalion Hamas yang tersisa setelah Amerika Serikat “berbalik arah” atas dukungannya terhadap Israel," tulis laporan tersebut.
Sumber tersebut menyebut tekanan internasional yang “meningkat terhadap Israel sebagai satu di antara faktor kegagalan Israel memberangus Hamas.
"Tekanan internasional itu memaska Israel untuk mencapai semacam kesepakatan,” kata laporan tersebut.
Pabrik Senjata Bawah Tanah Tak Tersentuh
Selain faktor itu, menurut laporan tersebut, “beberapa fasilitas produksi senjata bawah tanah milisi perlawanan Palestina diperkirakan masih utuh.”
Tanpa memberikan bukti lebih lanjut, sumber tersebut menegaskan kembali kalau Israel percaya “peluang terbaiknya untuk menghancurkan Hamas adalah dengan memasuki Rafah.”
“AS tidak mendukung kunjungan ke Rafah seperti yang mereka lakukan sebelumnya, jadi kondisi saat ini tidak bagus, artinya Israel harus melakukan sesuatu yang dramatis dan drastis untuk mengubah momentum dan iklim,” kata sumber tersebut.
Invasi Rafah
Amerika Serikat telah berulang kali mengatakan bahwa Israel tidak boleh menyerang Rafah tanpa rencana kemanusiaan atau militer.
“Kami telah mengatakan apa yang perlu kami lihat untuk dapat mendukung operasi Rafah. Itu (syaratnya) adalah rencana bantuan kemanusiaan yang kredibel dan dapat diimplementasikan,” kata juru bicara Departemen Luar Negeri Matthew Miller kepada wartawan pada 12 Maret.
Dia menambahkan: “Kami belum melihat rencana seperti itu (dari Israel),” kata Miller.
Juru bicara tersebut mengatakan, “penilaian kami adalah bahwa mereka (Israel) tidak bisa, tidak boleh pergi (seruan darat) ke Rafah tanpa rencana bantuan kemanusiaan yang kredibel dan benar-benar dapat mereka terapkan,”.
Dia menambahkan “Mari kita tunggu dan lihat apa yang akan mereka hasilkan.”
Baca juga: Hamas Sambut Resolusi DK PBB: Siap Bebaskan Sandera dan Letakkan Senjata, Israel Marah-Marah ke AS
Resolusi DK PBB
Ketegangan antara Washington dan Tel Aviv semakin memuncak setelah AS tidak menggunakan hak vetonya, yang memungkinkan resolusi yang menyerukan gencatan senjata segera disahkan di Dewan Keamanan PBB.
Resolusi tersebut, yang diajukan oleh anggota tidak tetap Dewan Keamanan, “menuntut gencatan senjata segera di bulan Ramadan yang dihormati oleh semua pihak dan mengarah pada gencatan senjata yang berkelanjutan dan berkelanjutan.
Resolusi DK PBB ini juga “menuntut pembebasan segera dan tanpa syarat semua sandera, menekankan kebutuhan mendesak untuk meningkatkan bantuan dan menuntut penghapusan semua hambatan dalam pengiriman bantuan.”
Resolusi tersebut, yang ditulis oleh sepuluh anggota terpilih di dewan dan diusulkan di dewan oleh perwakilan Mozambik, disahkan dengan 14 suara mendukung dan AS abstain.
Amerika Serikat menyatakan resolusi tersebut tidak mengikat.
Namun Piagam PBB menetapkan bahwa semua resolusi Dewan Keamanan mengikat secara hukum berdasarkan hukum internasional.
Baca juga: AS: Resolusi DK PBB Tidak Mengikat Israel, Hamas Bersumpah Tak Akan Lepaskan Sandera
Genosida Gaza
Saat ini Mahkamah Internasional tengah mengadili Israel atas tuduhan genosida terhadap warga Palestina.
Perlu dicatat, Israel telah melancarkan perang yang menghancurkan di Gaza sejak 7 Oktober.
Menurut Kementerian Kesehatan Gaza, 32,490 warga Palestina telah terbunuh, dan 74,889 terluka dalam genosida Israel yang sedang berlangsung di Gaza mulai tanggal 7 Oktober.
Selain itu, setidaknya 7.000 orang belum ditemukan, diperkirakan tewas di bawah reruntuhan rumah mereka di seluruh Jalur Gaza.
Organisasi-organisasi Palestina dan internasional mengatakan bahwa mayoritas dari mereka yang terbunuh dan terluka adalah perempuan dan anak-anak.
Agresi Israel juga mengakibatkan hampir dua juta orang terpaksa mengungsi dari seluruh Jalur Gaza, dengan sebagian besar pengungsi terpaksa mengungsi ke kota Rafah di bagian selatan yang padat penduduknya, dekat perbatasan dengan Mesir – yang kini menjadi kota terbesar di Palestina. eksodus massal sejak Nakba 1948.
Israel mengatakan bahwa 1.200 tentara dan warga sipil tewas dalam Operasi Banjir Al-Aqsa pada tanggal 7 Oktober. Media Israel menerbitkan laporan yang menunjukkan bahwa banyak warga Israel terbunuh pada hari itu karena ‘tembakan ramah’.
(oln/pc/tlgrph/*)