"Jadi kami percaya bahwa bekerja itu penting. Kebebasan pers itu penting. Dan jika laporan tersebut benar, maka ini mengkhawatirkan kami," ucapnya.
Komite Perlindungan Jurnalis (CPJ), sebuah badan pengawas kebebasan media, mengatakan undang-undang baru Israel “menimbulkan ancaman signifikan terhadap media internasional”.
“Hal ini berkontribusi pada iklim sensor mandiri dan permusuhan terhadap pers, sebuah tren yang meningkat sejak dimulainya perang Israel-Gaza,” kata CPJ.
Gedung Putih mengakui bahwa pihaknya prihatin dengan tindakan Israel yang melarang siaran saluran berita Qatar di negara tersebut.
“Saya akan merujuk pada Israel untuk mengetahui apa yang mungkin mereka pertimbangkan atau tidak,” kata Sekretaris Pers Gedung Putih Karine Jean-Pierre.
“Jika benar, tindakan seperti ini mengkhawatirkan." katanya.
Al Jazeera dituduh bias anti-Israel
Seperti diketahui, Netanyahu sudah lama berusaha menutup siaran Al Jazeera dengan tuduhan bias anti-Israel.
Israel sering mengecam Al Jazeera, yang memiliki kantor di Tepi Barat dan Gaza yang diduduki.
Baca juga: Hari ke-165 Perang Israel-Hamas, Jurnalis Al Jazeera Ditahan 12 Jam dan Dipukuli IDF di RS Al Shifa
Januari kemarin, Israel mengklaim bahwa jurnalis Al Jazeera dan pekerja lepas yang tewas dalam serangan udara di Gaza adalah bentuk operasi teror.
Dikutip dari TRT World, bulan berikutnya mereka mengatakan jurnalis Al Jazeera lain, yang terluka dalam serangan terpisah, merupakan “wakil komandan kompi” di Hamas.
Al Jazeera dengan tegas membantah tuduhan tersebut dan menyebut srael secara sistematis menargetkan karyawan Al Jazeera di Gaza.
Pada Mei 2022, pasukan Israel menembak mati jurnalis senior Al Jazeera Shireen Abu Akleh ketika dia sedang meliput serangan militer Israel di kota Jenin, Tepi Barat.
Selama perang di Gaza, beberapa jurnalis Al Jazeera dan anggota keluarga mereka terbunuh oleh pemboman Israel.
(Tribunnews.com, Andari Wulan Nugrahani)