TRIBUNNEWS.COM – Iran disebut menggunakan “gaya Rusia” saat menyerang Israel pada Minggu dini hari, (14/4/2024).
Pengamat militer dan keamanan bernama Brian Carter dan Frederick W. Kagan menduga serangan Iran itu memang tidak ditujukan untuk membuat kerusakan besar di Israel.
Hal itu agar Israel tidak terpicu untuk melancarkan serangan balasan besar-besaran.
Dalam tulisannya yang dimuat di laman Institute for the Study of War (ISW), keduanya menganggap serangan Iran itu meniru serangan yang berulang kali dilancarkan Rusia ke Ukraina.
Pakar itu kerusakan di Israel akibat serangan itu lebih kecil daripada yang diinginkan oleh Iran.
Menurut keduanya, hal itu karena Iran meremehkan keunggulan sistem pertahanan Israel dalam menghadapi serangan Iran jika dibandingkan dengan Ukraina.
Akan tetapi, Iran akan mengambil pelajaran dari serangan ini dan melakukan perbaikan agar bisa menembus pertahanan Israel seiring berjalannya waktu, seperti yang sudah dilakukan Rusia dalam serangan-serangan di Ukraina.
Diperkirakan ada sekitar 170 pesawat nirawak, 30 rudal penjelajah, dan 10 rudal balistik yang diluncurkan Iran dalam serangan ke Israel.
Pesawat nirawak diluncurkan jauh lebih dulu daripada rudal balistik. Iran bisa jadi berharap pesawat itu akan tiba di Israel dalam waktu yang bersamaan dengan rudal.
Rusia juga berulang kali menggunakan strategi seperti ini untuk melawan Ukraina.
Tujuannya ialah agar rudal penjelajah dan pesawat nirawak yang lebih lambat bisa mengganggu dan membuat sistem pertahanan udara kewalahan.
Baca juga: Buntut Serangan Iran, Ketua DPR AS Didesak Beri Bantuan 14 Miliar Dolar ke Israel
Jika sistem sudah terganggu, rudal balistik yang jauh lebih susah ditangkis itu akan bisa menghantam targetnya.
Ada kemungkinan besar bahwa Iran sudah memperkirakan hanya ada sedikit pesawat nirawak dan rudal penjelajahnya yang bisa mencapai target.
Namun, Iran sepertinya berharap ada banyak rudal balistiknya yang bisa menghantam target.