"Pertama di antaranya adalah tuntutan untuk menarik seluruh pasukan kami dari Jalur Gaza, mengakhiri perang, dan membiarkan Hamas tetap berkuasa,” jelas Netanyahu.
“Israel tidak bisa menerima hal itu," tegasnya.
Gallant: Hamas tidak serius
Menteri Pertahanan Israel, Yoav Gallant mengatakan Hamas tampaknya tidak serius untuk mencapai gencatan senjata.
“Kami mengamati tanda-tanda mengkhawatirkan bahwa Hamas tidak berniat mencapai kesepakatan dengan kami,” kata Gallant.
“Ini berarti aksi militer yang kuat di Rafah akan dimulai dalam waktu dekat, dan juga di seluruh wilayah Jalur Gaza," jelasnya.
Dalam sebuah pernyataan yang dirilis tak lama setelah Netanyahu, Ketua Hamas, Ismail Haniyeh mengatakan kelompoknya masih ingin mencapai gencatan senjata komprehensif yang mengakhiri “agresi” Israel.
Hamas juga meminta agar Israel menjamin penarikan pasukan dari Gaza, dan mencapai kesepakatan “serius” untuk membebaskan warga Israel yang disandera. sebagai imbalan atas pembebasan tahanan Palestina.
Baca juga: Kecam Seruan Israel Evakuasi Warga dari Rafah Gaza, Hamas: Eskalasi Berbahaya yang Punya Konsekuensi
Haniyeh menyalahkan Netanyahu atas “berlanjutnya agresi dan perluasan lingkaran konflik, serta menyabotase upaya yang dilakukan melalui mediator dan berbagai pihak”.
Perang Israel-Hamas dimulai setelah kelompok militan yang menguasai Gaza menyergap Israel dengan serangan lintas batas pada 7 Oktober.
Akibatnya 1.200 orang tewas dan 252 sandera, menurut penghitungan Israel.
Lebih dari 34.600 warga Palestina telah terbunuh, 29 di antaranya tewas dalam 24 jam terakhir, dan lebih dari 77.000 orang terluka dalam serangan Israel, menurut Kementerian Kesehatan Gaza.
Pengeboman tersebut telah menghancurkan sebagian besar wilayah pesisir dan menyebabkan krisis kemanusiaan.
Serangan darat Rafah
Selama berbulan-bulan, Israel telah memperingatkan akan mengirim pasukan ke Rafah.
Rafah merupakan kota selatan yang berbatasan dengan Mesir, di mana lebih dari satu juta warga Gaza yang mengungsi berlindung.