TRIBUNNEWS.COM - Vaksin Covid-19 AstraZeneca ditarik peredarannya secara global.
Telegraph melaporkan pada hari Selasa (7/5/2024) bahwa produsen obat asal Inggris-Swedia itu mengakui ada efek samping yang ditimbulkan oleh vaksin Covid-19 tersebut.
"Vaksin tersebut tidak lagi dapat digunakan di Uni Eropa setelah perusahaan secara sukarela mencabut izin edarnya," kata laporan tersebut.
Permohonan untuk menarik vaksin Covid-19 tersebut dibuat pada tanggal 5 Maret 2024 kemarin.
Kebijakan tersebut pun mulai berlaku pada tanggal 7 Mei 2024, menurut laporan tersebut.
Dikatakan bahwa permohonan serupa akan dibuat di Inggris dan negara-negara lain yang telah menyetujui vaksin tersebut, yang dikenal sebagai Vaxzevria.
AstraZeneca belum menanggapi permintaan komentar Reuters.
Dikutip dari Al Arabiya, produsen vaksin virus Covid-19, AstraZeneca, untuk pertama kalinya mengakui bahwa vaksin yang mereka produksi secara umum dapat menyebabkan efek samping langka.
Hal itu mereka utarakan melalui dokumen pengadilan dalam kasus gugatan perwakilan kelompok (class action) yang dilayangkan oleh 51 korban di Inggris, Times of India melaporkan.
Pengacara yang mendampingi salah satu korban – seorang ayah yang mengalami kerusakan otak setelah divaksin menggunakan AstraZeneca – mengatakan bahwa pernyataan tersebut menunjukkan AstraZeneca telah mengubah pendirian hukumnya “secara signifikan”.
Sejumlah penggugat mengeklaim mereka telah kehilangan keluarga dan kerabat mereka akibat efek samping ini.
Baca juga: BPOM: Vaksin AstraZeneca Sudah Tak Beredar di Indonesia
Dalam kasus-kasus lainnya, vaksin AstraZeneca dituduh menyebabkan cedera serius.
Meskipun secara umum, penelitian menunjukkan bahwa vaksin Covid-19 termasuk AstraZeneca telah menyelamatkan jutaan nyawa selama pandemi.
Orang pertama yang mengeklaim mengalami efek samping dari vaksin AstraZeneca adalah Jamie Scott, seorang ayah beranak dua.
Jamie Scott mengalami pembekuan darah yang berujung pada kerusakan otak.
Kondisi ini membuat Scott tidak bisa bekerja setelah divaksinasi pada April 2021.
Mengacu pada Undang-Undang Perlindungan Konsumen Inggris, para penggugat menuduh vaksin tersebut “cacat” karena kurang aman dibandingkan yang diperkirakan oleh masyarakat.
AstraZeneca menentang klaim itu.
Namun di dalam dokumen yang mereka serahkan ke Pengadilan Tinggi Inggris pada Februari kemarin, perusahaan menyebut bahwa vaksin Covid-nya “dapat menyebabkan TTS dalam kasus yang langka”.
TTS merupakan singkatan dari Thrombosis with Thrombocytopenia Syndrome, yang juga disebut sebagai VITT (Vaccine Immune Thrombosis with Thrombocytopenia) yang terjadi setelah vaksinasi, dikutip dari The Melbourne Vaccine Education Centre.
TTS/VITT adalah sindrom langka yang ditandai dengan terjadinya trombosis (pembekuan darah) dan trombositopenia (jumlah trombosit rendah).
Orang yang mengalami TTS/VITT berpotensi mengalami stroke, kerusakan otak, serangan jantung, emboli paru, dan amputasi, kata para pengacara.
Pembekuan darah juga dapat terjadi pada orang-orang yang tidak divaksinasi.
Namun, sindrom langka TTS/VITT hanya terjadi pada trombosis setelah vaksinasi.
(Tribunnews.com, Andari Wulan Nugrahani)