TRIBUNNEWS.COM - Iran mengatakan harus mengubah doktrin nuklirnya jika keberadaannya terancam oleh Israel.
Hal ini disampaikan penasihat Pemimpin Tertinggi Iran, Kamal Kharrazi.
Pernyataan Kamal Kharrazi tersebut meningkatkan kekhawatiran mengenai senjata nuklir Iran.
“Kami tidak punya keputusan untuk membuat bom nuklir, tetapi jika keberadaan Iran terancam, tidak ada pilihan selain mengubah doktrin militer kami,” ujar Kharrazi, Kamis (9/5/2024), dilansir Al Arabiya News.
Kharrazi menambahkan Teheran sudah memberi isyarat.
Saat ini Iran diklaim mempunyai potensi untuk membuat senjata semacam itu.
Kerja Sama dalam Program Nuklir
Pada Selasa (7/5/2024), Kepala Badan Energi Atom Internasional Rafael Grossi meminta Iran untuk mengadopsi langkah-langkah “konkret” untuk membantu meningkatkan kerja sama dalam program nuklir negaranya.
Pada konferensi pers di Kota Isfahan, Iran, Grossi mengatakan dia telah mengusulkan dalam pembicaraan dengan para pejabat Iran agar mereka fokus pada langkah-langkah yang sangat konkret, sangat praktis, dan nyata yang dapat diterapkan untuk mempercepat kerja sama.
Dikutip dari The Times of Israel, Grossi mengadakan diskusi dengan pejabat senior Iran termasuk Mohammad Eslami, kepala Organisasi Energi Atom Iran.
Meskipun kedua pemimpin tersebut mengatakan tidak akan ada kesepakatan baru yang dicapai dalam waktu dekat selama kunjungan tersebut, mereka menunjuk pada pernyataan bersama pada bulan Maret 2023 sebagai jalan ke depan untuk kerja sama antara IAEA dan Iran.
Baca juga: 2 Jam Usai Serangan Israel, Dewan Keamanan Iran Gelar Rapat, Beri IRGC Waktu 10 Hari untuk Membalas
Direktur Jenderal IAEA mengatakan perjanjian itu “masih sah”, tetapi memerlukan lebih banyak “substansi” yang ditambahkan.
Adapun perjanjian tahun 2023 tersebut dicapai selama kunjungan terakhir Grossi ke Iran, dan menguraikan langkah-langkah kerja sama dasar termasuk dalam bidang pengamanan dan pemantauan.
Kesepakatan ini juga mencakup janji Iran untuk menyelesaikan masalah di sekitar lokasi di mana para pengawas mempunyai pertanyaan tentang kemungkinan aktivitas nuklir yang tidak diumumkan, dan untuk mengizinkan IAEA untuk melaksanakan aktivitas verifikasi dan pemantauan lebih lanjut yang sesuai.
Namun, Ketua IAEA mengatakan bahwa telah terjadi “perlambatan” dalam implementasinya.
Sebagai informasi, Pemimpin Tertinggi Iran Ali Khamenei melarang pengembangan senjata nuklir dalam sebuah fatwa pada awal tahun 2000-an.
Khamenei juga mengulangi pendiriannya pada tahun 2019.
“Membuat dan menimbun bom nuklir adalah salah dan menggunakannya adalah haram (dilarang secara agama). Meskipun kita punya teknologi nuklir, Iran dengan tegas menghindarinya," ungkapnya kala itu.
Namun, menteri intelijen Iran saat itu mengatakan pada tahun 2021 bahwa tekanan Barat dapat mendorong Teheran untuk mencari senjata nuklir.
Tahun lalu Iran memperlambat laju pengayaan uraniumnya, yang dipandang sebagai isyarat niat baik ketika pembicaraan informal dimulai dengan Amerika Serikat.
Namun, Iran kemudian mempercepat produksi uranium yang diperkaya 60 persen pada akhir tahun 2023, menurut IAEA.
Tingkat pengayaan sekitar 90 persen diperlukan untuk keperluan militer, sebuah langkah teknis yang singkat.
Baca juga: Yakin Gencatan Senjata di Palestina Kian Dekat, Menlu Iran: Asalkan AS Tak Khianati Janjinya
Teheran secara konsisten menyangkal ambisinya untuk mengembangkan senjata nuklir, dan bersikeras bahwa aktivitas atomnya sepenuhnya untuk tujuan damai, meskipun para ahli mengatakan bahwa tidak ada penggunaan uranium yang diperkaya hingga tingkat tersebut untuk kepentingan sipil.
Israel dan negara-negara lain juga menuduh Iran berusaha membuat senjata nuklir meskipun ada larangan.
Grossi memperingatkan tahun lalu bahwa Teheran memiliki cukup uranium yang diperkaya untuk “beberapa” bom nuklir jika mereka memilih untuk membuatnya.
Sementara itu, pada April 2024, Iran dan Israel mencapai tingkat ketegangan tertinggi.
Teheran secara langsung meluncurkan sekitar 300 rudal dan drone terhadap Israel sebagai pembalasan atas dugaan serangan mematikan Israel di kompleks kedutaan besarnya di Damaskus.
(Tribunnews.com/Nuryanti)