Laporan Wartawan Tribunnews.com, Aisyah Nursyamsi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA- Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) soroti serangan Israel ke Rafah.
Dilansir dari website resmi, WHO ungkap dampak mengerikan yang bakal terjadi akibat serangan ini.
"Seperti meningkatnya wabah penyakit dan tingkat kelaparan, serta bertambahnya korban jiwa," ungkap WHO dilansir Tribunnews, Kamis (9/5/2024).
Diketahui lebih dari 1,2 juta orang telah mengungsi di wilayah tersebut. Banyak di antara pengungsi tidak dapat berpindah ke tempat lain.
Hal ini dikarenakan gelombang baru pengungsian yang akan memperburuk kepadatan penduduk.
Situasi juga diperparah dengan terbatasnya akses terhadap makanan, air, layanan kesehatan dan sanitasi.
Sejauh ini hanya 33 persen dari 36 rumah sakit di Gaza dan 30 persen pusat layanan kesehatan primer yang berfungsi dalam kapasitas tertentu, di tengah serangan berulang kali dan kekurangan pasokan medis penting, bahan bakar, serta staf.
WHO pun menyebutkan Tiga rumah sakit yaitu Al-Najjar, Al-Helal Al-Emarati dan Kuwait yang saat ini sebagian beroperasi di Rafah menjadi tidak aman untuk dijangkau oleh pasien, staf, ambulans, dan pekerja kemanusiaan.
Rumah Sakit Gaza Eropa di timur Khan Younis, yang saat ini berfungsi sebagai rumah sakit rujukan tingkat ketiga untuk pasien kritis, juga rentan karena terisolasi dan tidak dapat dijangkau selama serangan terjadi.
Terlepas dari rencana dan upaya darurat yang ada, WHO memperingatkan bahwa akan ada tambahan angka kematian dan kesakitan yang signifikan ketika serangan militer terjadi.
WHO menyerukan untuk segera gencatan senjata jangka panjang, serta penghapusan hambatan dalam pengiriman bantuan kemanusiaan di seluruh Gaza, pada skala yang diperlukan.
Selain itu WHO juga menyerukan agar kesucian layanan kesehatan dihormati.
Pihak-pihak yang berkonflik mempunyai koordinat fasilitas kesehatan.
"Fasilitas kesehatan harus dilindungi secara aktif dan tetap dapat diakses oleh pasien, petugas kesehatan, dan mitra," tegas WHO.
Keselamatan pekerja kesehatan dan kemanusiaan harus terjamin.
"Mereka yang berupaya menyelamatkan nyawa tidak seharusnya membahayakan nyawanya sendiri," tutup WHO.