TRIBUNNEWS.COM – Di media sosial, viral video yang memperlihatkan seorang anggota Pasukan Pertahanan Israel (IDF) marah dan meminta adanya kudeta militer.
Video itu dibagikan di platform perpesanan Telegram dan mulai disorot setelah diunggah oleh Yair Netanyahu, putra Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu, yang kini tinggal di Amerika Serikat (AS).
Dalam video tampak seorang tentara mendorong adanya pemberontakan terhadap Menteri Pertahanan Yoav Gallant dan Kepala Staf Militer Herzi Halevi.
Tentara itu menyampaikan pesan kepada Netanyahu.
“Kami para tentara cadangan tidak ingin menyerahkan hal penting itu (Gaza) kepada Otoritas Palestina apa pun,” kata dia dikutip dari Sputnik News.
“Pikirlah dengan baik-baik kepada siapa Anda ingin memberikan hal penting itu,” katanya.
“Kami ingin kemenangan. Siapa pun yang menyakiti warga Israel dan saudara kita, kami ingin menghancurkannya, dan Anda, Tuan Gallant, tak bisa melakukan itu.”
Dalam enam bulan terakhir terjadi perpecahan politik di dalam masyarakat Israel.
Pemimpin oposisi bernama Benny Gantz mengancam akan angkat kaki dari kabinet perang Israel jika Netanyahu tidak menerapkan rencana yang diusulkannya perihal operasi militer di Gaza.
Poin-poin dalam rencana itu di antaranya memastikan adanya upaya memulangkan warga Israel yang disandera Hamas, demilitariasi Jalur Gaza, dan langkah yang mengarah kepada pemerintahan internasional di wilayah Palestina.
Pekan lalu Gallant tampak berada dalam satu kubu dengan Gantz. Dia mengatakan, Netanyahu seharusnya tidak berusaha agar Israel menguasai Gaza yang dianggap sebagai wilayah Palestina menurut hukum internasional.
Baca juga: Abaikan Keputusan ICJ, Pasukan Israel Terus Bom Gaza dan Serang Rafah
Di sisi lain, Netanyahu bersikeras bahwa Israel harus berkuasa secara militer di Gaza dan Tepi Barat.
Sikap Netanyahu itu didukung oleh anggota garis keras dalam koalisinya, misalnya Itamar Ben-Gvir dan Belezel Smotrich.
Adapun video viral tersebut menunjukkan bahwa militer Israel sangat menolak pengembalian Gaza kepada warga Palestina setelah operasi militer Israel.