Israel Bantai Pengungsi di Tal al-Sultan Rafah Sudah Dapat Lampu Hijau AS, Ini Respons Hamas dan PIJ
TRIBUNNEWS.COM - Serangan udara tentara pendudukan Israel ke wilayah pengungsi, Tal al-Sultan di Rafah, Minggu (26/5/2024) dinilai sebagai manuver Tel Aviv yag sudah mendapatkan persetujuan dari Amerika Serikat.
Dalam serangan Israel tersebut puluhan orang warga sipil pengungsi Palestina, sebagian besar anak-anak dan wanita, terbakar hidup-hidup.
Patut dicatat, Bulan Sabit Merah mengatakan bahwa wilayah yang menjadi sasaran pendudukan di Rafah adalah zona kemanusiaan di mana warga Palestina sebelumnya terpaksa bermigrasi.
Baca juga: Ledakan Dahsyat Guncang Holon Tel Aviv Saat Korban Pembantaian Israel di Rafah Bertambah Puluhan
Bulan Sabit Merah juga menyatakan, korban dipastikan akan bertambah karena banyak yang menderita luka parah tidak mendapatkan perawatan medis karena lumpuhnya layanan kesehatan di sana.
Khaberni melaporkan, sebelum serangan Israel ke Tal al-Sultan Rafah terjadi, Dewan Perang Israel menggelar rapat yang topik utamanya membahas soal respons Hamas atas wacana dihidupkannya kembali negosiasi pertukaran tahanan.
Hamas menyebut hal itu sebagai taktik Israel mengulur waktu sementara terus membombardir Gaza.
Setelah pertemuan Dewan Perang Israel itu, khaberni menyebut tidak ada lagi 'kesenjaangan' antara Tel Aviv dan Washington soal perluasan serangan IDF ke Rafah.
Tak lama, jet-jet tempur Israel menggempur Rafah dengan lusinan bom yang dilaporkan membakar banyak pengungsi.
Baca juga: Kebakaran Jenggot Soal Rafah, Mesir Diyakini Jaga Hubungan dengan Israel Karena Insentif Ekonomi
Hamas: Pembantai Keji Israel Didukung AS
Gerakan Perlawanan Hamas mengatakan kalau bombardemen tentara pendudukan Israel di Tal al-Sultan, sebelah barat kota Rafah, Gaza Selatan adalah pembantaian keji terhadap pengungsi.
Hamas menyebut, agresi Israel ini juga menyimpang dan mengabaikan keputusan Mahkamah Internasional yang memerintahkan penghentian perang.
"Gerakan ini menganggap pemerintah AS dan khususnya Presiden Joe Biden bertanggung jawab penuh atas pembantaian ini," tulis Khaberni.
Hamas juga menuntut implementasi segera dan mendesak dari keputusan Mahkamah Internasional dan tekanan untuk menghentikan pembantaian Israel yang sedang berlangsung di Rafah.
PIJ: Pembantaian Rafah Tegaskan Besarnya Kegagalan Militer Israel
Adapun gerakan Jihad Islam Palestina, pada Minggu malam, mengatakan kalau pembantaian yang dilakukan oleh tentara pendudukan di barat laut Rafah adalah kejahatan perang yang ditambah dengan kejahatan perang genosida.
"Menargetkan warga sipil di kamp-kamp pengungsi di Rafah menegaskan betapa dalamnya kejahatan tersebut serta besarnya kegagalan militer yang dialami Israel," kata PIJ.
PIJ menambahkan, tentara pendudukan Israel sengaja menargetkan warga sipil untuk membalas kegagalan yang mereka derita di medan pertempuran.
Pembelaan Israel
Dua media Israel yakni Times of Israel mengakui militer Israel IDF melakukan serangan di Rafah, Gaza selatan.
Menurut Times of Israel, serangan itu menargetkan pimpinan Hamas dan para pejabat senior kelompok Hamas yang tengah berada di tempat itu.
“Serangan itu dilakukan sesuai dengan hukum internasional, menggunakan amunisi presisi, dan berdasarkan intelijen yang menunjukkan penggunaan wilayah tersebut oleh Hamas,” kata IDF dalam sebuah pernyataan.
Soal tuduhan korban sipil yang terbakar hidup-hidup, IDF mengatakan mengetahui laporan bahwa serangan dan kebakaran yang menyebar ke kamp pengungsi Palestina akibat serangan itu dan menyebabkan korban jiwa di kalangan warga sipil.
Dikatakan bahwa insiden tersebut sedang diselidiki lebih lanjut.
IDF mengklaim dalam serangan itu menewaskan dua pejabat Hamas.
Dua pejabat Hamas itu, klaim IDF, adalah Yassin Rabia, kepala markas besar Tepi Barat, dan Khaled Najja anggota senior unit lainnya.
Abaikan ICJ
Israel mengabaikan perintah Mahkamah Internasional (ICJ) dengan menargetkan kamp pengungsi di kota Rafah di Gaza Selatan pada hari Minggu (26/5/2024).
Menurut kantor Media Pemerintah di Gaza, 10 pusat pengungsian yang berafiliasi dengan Badan Bantuan dan Pekerja PBB untuk Palestina (UNRWA) dihantam bom Israel.
"Pesawat Israel menargetkan beberapa tenda di daerah tersebut. Rudal dan bom seberat 2.000 pon (sekitar 1 ton) juga digunakan," kata media tersebut, dikutip dari Anadolu.
Triestino Mariniello, pengacara Pusat Hak Asasi Manusia Palestina (PCGR), mengatakan kepada Al Jazeera bahwa serangan terbaru Israel di wilayah yang ditetapkan sebagai zona aman di Rafah menunjukkan bahwa Israel masih mengabaikan ICJ.
“Gambar-gambar mengerikan yang datang dari Rafah ini menunjukkan bahwa pemerintah Israel sepenuhnya mengabaikan tindakan mengikat dan bersifat sementara yang dikeluarkan oleh Mahkamah Internasional, yang baru dua hari lalu memerintahkan Israel untuk menghentikan tindakan militer apa pun di Rafah,” katanya.
Mariniello menambahkan bahwa penetapan zona aman yang “sepenuhnya sewenang-wenang” oleh Israel bisa berarti “kejahatan terhadap kemanusiaan berupa pemindahan paksa suatu populasi, mengingat tidak ada tempat yang aman di Gaza”.
Dia mengatakan bahwa kini terserah kepada Dewan Keamanan PBB untuk memastikan Israel mengikuti keputusan ICJ.
“Tindakan mendesak yang dilakukan komunitas internasional harus segera dilakukan oleh Dewan Keamanan. Ini seharusnya sudah terjadi.”
Belum ada komentar dari Sekretaris Jenderal PBB mengenai serangan terbaru di Rafah ini.
(oln/khbrn/*)