TRIBUNNEWS.COM - Mantan anggota parlemen perempuan Zohreh Elahian telah mendaftarkan diri sebagai calon presiden Iran.
Pemilihan presiden Iran akan digelar pada 28 Juni 2024, 40 hari setelah kematian Ebrahim Raisi.
Menurut IRAN International, Zohreh Elahian berpotensi menjadi perempuan pertama yang diizinkan mencalonkan diri sebagai presiden jika ia tidak didiskualifikasi oleh Guardian Council atau Dewan Wali Iran.
Elahian, 57 tahun, adalah seorang dokter dan mantan anggota Komite Keamanan Nasional dan Kebijakan Luar Negeri di parlemen.
Dia terpilih menjadi anggota parlemen dua kali dari kelompok garis keras.
Dalam pidatonya setelah memasukkan berkas pendaftaran presiden Elahian menyuarakan motonya:
“Pemerintahan yang sehat, ekonomi yang sehat, masyarakat yang sehat."
Ia juga berjanji untuk memberantas korupsi.
Seperti kelompok garis keras lainnya, Elahian mendukung aturan wajib berhijab.
Pada bulan Maret, Kanada menjatuhkan sanksi terhadapnya karena mendukung hukuman mati bagi pengunjuk rasa yang terlibat dalam gerakan “Perempuan, Kehidupan, Kebebasan”.
Beberapa bulan sebelum ini, pemerintah Iran menerapkan kebijakan dan tindakan keras terhadap perempuan yang menentang wajib berhijab.
Baca juga: Pemilihan Presiden Iran, Sejumlah Kandidat Mulai Mendaftar, Pemilu akan Digelar 28 Juni 2024
Kualifikasi Elahian untuk mencalonkan diri sebagai presiden bergantung pada interpretasi Dewan Wali terhadap pasal-pasal dalam Konstitusi.
Dewan Wali, satu-satunya badan yang diberi wewenang oleh Konstitusi untuk menafsirkannya, secara historis telah mendiskualifikasi kandidat perempuan.
Diskualifikasi ini didasarkan pada Pasal 115, yang menetapkan bahwa calon harus berasal dari kalangan politik atau agama "rijal" (bentuk jamak dari "rajul"), sebuah kata benda Arab maskulin yang berarti "laki-laki".
Namun, sebagian pakar konstitusi dan politisi mengartikan "rijal" sebagai "tokoh" atau "orang" tanpa memandang jenis kelamin, dan bukan hanya berarti "laki-laki".
Azam Taleghani, wanita Iran lainnya yang juga sempat bermimpi sebagai presiden Iran, meninggal dunia pada tahun 2019.
Taleghani adalah politisi dan jurnalis reformis veteran.
Ia selalu mendaftar untuk mencalonkan diri dalam setiap pemilihan presiden dari tahun 1997 hingga dirinya meninggal dunia.
Meskipun digambarkan sebagai “feminis Islam,” Taleghani selalu ditolak oleh Dewan Wali.
Pada tahun 2009, Mahmoud Ahmadinejad yang populis mengusulkan Elahian sebagai Menteri Kesejahteraan dan Jaminan Sosial.
Namun, Elahian menolak pencalonan tersebut.
Ia beralasan adanya penolakan dari ulama senior Syiah (maraje’) terhadap perempuan yang menjabat sebagai menteri.
Beberapa tokoh politik lain mendaftar untuk pencalonan presiden pada hari Sabtu (1/6/2024), termasuk Wali Kota Teheran yang ultra-garis keras Alireza Zakani, anggota parlemen reformis dan mantan wakil ketua pertama Masoud Pezeshkian, dan Vahid Haghanian, yang disebut-sebut sebagai kaki tangan Pemimpin Tertinggi Ali Khamenei.
Pendaftaran Vahid Haghanian, dijuluki oleh pengguna media sosial sebagai “kejutan terbesar”.
Seperti halnya Elahian, banyak yang yakin tidak ada peluang Haghanian memenuhi syarat untuk mencalonkan diri.
Baca juga: PROFIL Mahmoud Ahmadinejad, Musuh Besar Israel dan AS yang Maju di Pemilihan Presiden Iran
Beberapa orang bahkan mengklaim dia tidak lagi memegang jabatan di kantor Khamenei.
Ahmadinejad ikut mendaftar, tapi ada kemungkinan didiskualifikasi juga
Sementara itu, Mantan Presiden garis keras Iran Mahmoud Ahmadinejad juga mendaftar untuk mencalonkan diri sebagai presiden, lapor televisi pemerintah Iran pada hari Minggu (2/6/2024), Reuters melaporkan.
Namun ia bisa saja dilarang ikut dalam pencalonan.
Dewan Wali yang dipimpin oleh ulama di negara itu akan memeriksa para kandidat, dan mempublikasikan daftar kandidat yang memenuhi syarat pada 11 Juni.
Ahmadinejad, mantan anggota elit Garda Revolusi Iran, pertama kali terpilih sebagai presiden Iran pada tahun 2005 dan mengundurkan diri karena batasan masa jabatan pada tahun 2013.
Ia dilarang mencalonkan diri lagi dalam pemilu tahun 2017 oleh Dewan Wali.
Keretakan terjadi di antara Ahmadinejad dan Ali Khamenei setelah Ahmadinejad secara eksplisit menganjurkan pengawasan terhadap otoritas tertinggi Khamenei.
Pada tahun 2018, dalam kritik yang jarang ditujukan kepada Khamenei, Ahmadinejad menulis surat kepadanya yang menyerukan pemilu yang bebas.
Khamenei mendukung Ahmadinejad setelah terpilihnya kembali Ahmadinejad pada tahun 2009 yang memicu protes yang menewaskan puluhan orang dan ratusan orang ditangkap, sehingga mengguncang teokrasi yang berkuasa, sebelum pasukan keamanan yang dipimpin oleh Korps elit Garda Revolusi (IRGC) memadamkan kerusuhan tersebut.
(Tribunnews.com, Tiara Shelavie)