Dalam konteks ini, kata Israfil, VOB “terus melibas batas-batas tanpa kelas, tanpa batas”.
Hikmawan “Indra” Saefullah , yang bermain gitar di band indie Indonesia Alone at Last dari tahun 2002 hingga 2013 dan merupakan dosen studi Indonesia di University of New England, mengatakan kepada Al Jazeera bahwa “keberadaan dan pencapaian VoB patut diapresiasi”.
“Skena musik rock di Indonesia mempunyai sejarah yang cukup panjang serta band dan musisinya yang melegenda. Sayangnya, secara umum, wilayah ini didominasi oleh band dan musisi laki-laki, dengan sedikit pemain perempuan, meskipun pada tahun 1960an dan 70an kita mempunyai band rock legendaris yang semuanya perempuan bernama Dara Puspita.”
Oleh karena itu, Hikmawan menggambarkan VOB sebagai “generasi baru dunia musik rock Indonesia”.
“Mereka memulai karirnya dari bawah, dan berkembang secara dinamis. Penampilan mereka yang berhijab tidak menyurutkan semangat mereka untuk terus memainkan musik rock dan metal, meski banyak yang mengkritik mereka, terutama dari kalangan konservatif.”
“Lingkaran konservatif” ini mencakup keluarga perempuan itu sendiri, yang pada awalnya ragu-ragu.
Orang tua Marysa melarang dia bermain musik dan suatu malam ketika dia pulang terlambat setelah tampil di sebuah festival, dia mendapati bahwa dia telah dikurung di luar rumahnya sebagai hukuman.
“Saya harus duduk di luar selama berjam-jam sebelum mereka membuka kunci pintu,” katanya sambil tertawa mengingat kenangan itu.
Dalam kasus Widi, kakak perempuannya tidak ingin dia menghadiri festival musik, mengatakan kepadanya bahwa dia “menghancurkan masa depannya” dengan bermain musik metal, sebuah sentimen yang juga diamini oleh keluarga Siti yang mencap karir musik barunya sebagai “hobi yang tidak serius”.
Namun seiring meningkatnya ketenaran band, keluarga mereka berubah pikiran.
“Saat pertama kali mereka melihat kami di TV lokal, mereka mulai mendukung kami,” kata Widi.
Sumber: VOA/Al Jazeera