"Splinters (kelompok pecahan) ini yang melakukan aksi (teror) sendiri. Bom Bali itu dilakukan tanpa ada dukungan dari anggota JI yang mainstream," kata Noor Huda.
Kelompok-kelompok yang menolak integrasi dengan pemerintah ini yang patut diwaspadai. Berdasarkan percakapannya dengan anggota JI, Noor Huda mengatakan jumlah anggota organisasi ini ada ribuan orang di seluruh Indonesia.
"Pasti akan ada resistensi-resistensi oleh para splinter. Pembubaran ini hanya awalannya saja, jangan terlalu cepat menutup kisah JI," kata Noor Huda.
Hal yang sama disampaikan Adhe Bhakti, pengamat terorisme dari Pusat Kajian Radikalisme dan Deradikalisasi (PAKAR) yang mempertanyakan apakah keputusan para petinggi JI itu akan dipatuhi oleh anggota-anggota di bawah mereka.
"Apalagi potensi di level bawah untuk bergerak sendiri berlawanan dengan keputusan petinggi JI sangatlah tinggi," kata Adhe kepada CNA.
"Jadi walaupun dalam jangka pendek kita tidak akan bertemu dengan ancaman dari JI, namun dalam jangka panjang JI tetap berpotensi menimbulkan gangguan keamanan."
Namun Harits dari CIIA mengatakan pengaruh dari mereka yang tidak puas atas keputusan para seniornya akan terbatas, begitu pun dengan perlawanan mereka.
"Yang menyampaikan ini (pembubaran JI) adalah para top leaders, dan loyalitas di bawahnya masih cukup kuat. Bisa jadi nantinya ada satu-dua orang yang menentang keputusan pemimpin ini, tapi mereka tidak akan punya kekuatan dan pengaruh," kata Harits.
Abdul Rahim Ba'asyir, putra Abu Bakar Ba'asyir dan mantan anggota JI, berharap pembubaran ini akan mempengaruhi para simpatisan JI dan mendorong mereka untuk menanggalkan pandangan ekstremis.
"Ini jadi momen yang bagus untuk (menyadarkan) mereka (simpatisan JI) yang bergerak di bawah tanah," kata Abdul Rahim kepada CNA.
Dia juga mengaku lega, bahwa dengan pembubaran ini, tidak ada lagi penangkapan orang-orang yang dituduh JI oleh aparat. Pasalnya penangkapan yang mengatasnamakan JI tersebut menurut dia telah meresahkan karena tidak terbukti kuat mereka telah melakukan tindakan teror.
"Mudah-mudahan setelah ini tidak ada lagi penangkapan serampangan, karena JI sudah tidak ada lagi, sudah dibubarkan," kata Abdul Rahim yang namanya masuk dalam data Dewan Keamanan PBB dikaitkan dengan Al-Qaeda pada 2011.
Harits dari CIIA mengatakan bahwa dengan pembubaran ini seharusnya keputusan pengadilan soal JI pada 2008 sudah tidak relevan lagi, sehingga tidak ada lagi orang yang ditangkap dengan alasan memiliki kaitan dengan JI.
"Selama ini yang menjadi ikon teror di Indonesia adalah JI. Namun JI telah menjadi masa lalu, demikian juga dengan ISIS. Indonesia akan memasuki era baru dalam war of terror," kata Harits.