TRIBUNNEWS.COM - Sebelum terpilih menjadi Calon Wakil Presiden (Cawapres) Donald Trump, 8 tahun lalu JD Vance pernah menjadi kritikus keras Donald Trump.
Menjelang pemilu pada tahun 2016, JD Vance tampil di depan publik dengan mengolok-olok Trump.
Ia mengatakan bahwa calon presiden dari Partai Republik itu sebagai 'idiot'.
Tidak hanya itu, Vance juga bertanya-tanya apakah Trump adalah sosok Hitler dari Amerika.
"Saya bolak-balik antara berpikir Trump adalah seorang sinis seperti Nixon yang tidak seburuk itu (dan bahkan mungkin terbukti berguna) atau bahwa dia adalah Hitler Amerika," tulis Vance dalam sebuah pesan kepada seorang teman pada tahun 2016, dikutip dari CNN.
Vance kemudian menulis buku terlaris yang bertajuk 'Hillbilly Elegy' pada tahun 2016-2017.
Ia mengatakan Trump adalah 'heroin budaya' bagi AMerika Tengah.
Tepat sebelum pemilu pada tahun 2016, dengan tegas Vence mengatakan bahwa ia tidak akan memilih Trump.
"Saya jelas tidak akan memilih Trump karena saya pikir ia memproyeksikan masalah yang sangat rumit pada penjahat yang sederhana," kata Vance kepada Jake Tapper dari CNN menjelang pemilihan umum 2016.
Namun saat ini, keadaan sangat berbanding terbalik.
Vance ditunjuk oleh Trump sebagai wakil presiden dirinya pada hari Senin (15/7/2024).
Saat ditunjuk, ia terlihat menjadi salah satu pembela Trump yang paling gigih, berdiri di sisinya bahkan ketika tokoh Republik terkemuka lainnya menolak melakukannya, dikutip dari Reuters.
Baca juga: Partai Republik AS Tetapkan JD Vance sebagai Cawapres Trump
James David Vance sangat berbeda dari sebelumnya.
Dari ia yang menggambarkan dirinya sebagai 'orang yang tidak pernah mendukung Trump' saat ini menjadi seorang loyalis setia.
Bahkan terpilihnya JD Vance menjadi Cawapres Trump menimbulkan pertanyaan bagi sejumlah Partai Republik.
"Apakah Vance, yang menulis memoar terlaris "Hillbilly Elegy" dan sekarang menjadi senator AS dari Ohio, lebih didorong oleh oportunisme daripada ideologi," tanya mereka.
Namun Trump dengan penuh keyakinan mengatakan bahwa JD Vance telah mengalami banyak perubahan.
Mereka menunjukkan bahwa keyakinan politik Vance yang mencampurkan isolasionisme dengan populisme ekonomi selaras dengan keyakinan Trump.
Sementara itu, Vance mangaku bahwa Trump telah memiliki banyak keberhasilan, sehingga ia ingin bergabung dengan Trump.
"Banyaknya keberhasilan Trump saat menjabat yang membuatku mengubah pikirannya terhadap mantan presiden tersebut," katanya dalam sebuah pernyataan pada bulan lalu.
Berbeda dengan aksinya dulu, kini JD Vance bangga menjadi cawapres Trump.
"Saya bangga menjadi salah satu pendukung terkuatnya di Senat hari ini dan saya akan melakukan segala daya saya untuk memastikan Presiden Trump menang pada bulan November. Kelangsungan hidup Amerika bergantung padanya," katanya.
(Tribunnews.com/Farrah Putri)
Artikel Lain Terkait JD Vance dan Donald Trump