Janji Trump ini pun dikritik oleh para ahli yang menyebut bahwa pembangunan Iron Dome untuk AS tidaklah masuk akal.
Hal tersebut lantaran AS tidak bakal menghadapi ancaman rudal jarak pendek layaknya di Israel.
Sementara, menurut seorang pejabat pertahanan AS, dirinya mengatakan pihaknya tidak tertarik dengan wacana pembangunan Iron Dome.
Dia mengungkapkan militer AS sudah memiliki beberapa sistem pertahanan "yang bersama-sama memberikan kelincahan dalam menanggapi potensi ancaman, yang meningkatkan pilihan yang tersedia bagi para pemimpin negara," ujar pejabat tersebut, dikutip dari BBC.
Bahkan, pejabat itu mengungkapkan militer AS sudah memiliki sistem pertahanan yang lebih baik dari Iron Dome seperti Ground-Based Midcourse Defense.
Adapun sistem pertahanan itu dirancang untuk menumpas rudal jarak jauh dari negara seperti Korea Utara.
Kendati demikian, dia mengungkapkan bahwa sistem pertahanan ini hanya digunakan ketika AS mengalami serangan berskala besar dair negara dengan persenjataan berat seperti Rusia.
Baca juga: Rusia Sambut Baik Penunjukkan JD Vance, Usulan Cawapres Trump untuk Ukraina Didukung Kremlin
Mantan Kepala Komando Utara AS sekaligus eks Komando Pertahanan Udara Amerika Utara, Jenderal Glen VanHerck pun mengungkapkan bahwa tidak mungkin untuk memperluas pertahanan fisik seperti Iron Dome yang digagas Trump.
Pasalnya, saat ini, AS juga tengah berusaha melindungi diri dari serangan siber dan ruang angkasa.
Contohnya, Tiongkok dan Rusia saat ini sedang mengembangkan senjata hipersonik yang juga diakui para pejabat pemerintahan AS.
Selain itu, Glen juga menganggap miliaran dolar AS yang digunakan untuk membangun sistem pertahanan itu mubazir.
"Anda tidak bisa mempertahankan seluruh Amerika Serikat. Itu tidak realistis, tidak terjangkau, dan tidak dapat dicapai," katanya.
Sebaliknya, katanya, siapa pun yang berada di Gedung Putih tahun depan harus mengembangkan kebijakan yang lebih jelas tentang aset-aset AS yang harus dipertahankan di luar infrastruktur militer yang penting - sesuatu yang dia tekankan selama masa jabatannya sebagai kepala NORTHCOM.
“Pada akhirnya, ini kembali ke kebijakan. Apa prioritas Anda? Apa yang Anda ingin kami lakukan? Dan kemudian kita dapat membuat keputusan yang realistis dengan kekuatan yang kita miliki saat ini, dan kemudian kita dapat menganggarkan dan mengalokasikan sumber daya untuk kekuatan di masa depan,” ungkapnya.
(Tribunnews.com/Yohanes Liestyo Poerwoto)