Pezeshkian mungkin saja bisa mencairkan hubungan Iran yang bermusuhan dengan Barat yang mungkin menciptakan peluang untuk meredakan pertikaian nuklirnya dengan negara-negara besar.
Namun, seluruh keputusan akhir hal-hal strategis Iran tetap berada di tangan Ali Khamenei.
Pernyataan Pezeshkian
Sementara berbicara pada acara yang sama, Pezeshkian memberi penghormatan kepada Jenderal Qassem Soleimani, arsitek operasi militer regional Iran, yang tewas dalam serangan pesawat nirawak AS pada tahun 2020.
Ia menegaskan kembali janjinya untuk mengejar kebijakan luar negeri yang "konstruktif dan efisien", memperkuat supremasi hukum, menawarkan kesempatan yang sama kepada warga negara, mendukung keluarga, dan melindungi lingkungan.
Dalam tindakan resmi pertamanya saat menjabat, Pezeshkian menunjuk Mohammad Reza Aref, 72, sebagai wakil presiden pertamanya.
Aref, yang dianggap sebagai reformis moderat, memegang jabatan tersebut antara tahun 2001-2005 di bawah mantan presiden Mohammad Khatami.
Aref meraih gelar doktor di bidang teknik dari Universitas Stanford.
Pezeshkian mengambil alih jabatan dari pendahulunya Ebrahim Raisi yang meninggal dalam kecelakaan helikopter pada bulan Mei yang memicu pemilihan awal.
Ia akan mengambil sumpah jabatan di parlemen pada hari Selasa dan akan memiliki waktu dua minggu untuk membentuk kabinetnya sendiri untuk mendapatkan mosi percaya di parlemen.
Presiden baru Iran itu berjanji dalam kampanye pemilihannya bahwa ia tidak akan membuat perubahan radikal terhadap sistem Wilayatul Faqih Iran, dan menjadikan Ayatullah Ali Khamenei sebagai akhir dalam semua masalah negara.
Pezeshkian dapat mengarahkan kebijakan luar negeri Iran ke arah konfrontasi atau kolaborasi dengan Barat dan menghadapi tantangan terus-menerus dari garis keras yang masih memegang kendali dalam pemerintahan.
Pezeshkian telah mencoba untuk menjembatani garis keras dan reformis yang telah diidentifikasinya.
Ia telah berulang kali secara terbuka mengkritik AS sambil memuji Garda Revolusi paramiliter Iran yang kuat karena menembak jatuh pesawat nirawak AS pada tahun 2019 yang disebutnya sebagai "pukulan keras bagi Amerika."
Di antara tantangan mendesak yang dihadapi Pezeshkian adalah perang Israel-Hamas yang sedang berlangsung di Jalur Gaza dan ketakutan Barat atas pengayaan uranium ke tingkat yang hampir setara dengan senjata dengan persediaan yang cukup untuk memproduksi beberapa senjata nuklir jika diinginkan.