TRIBUNNEWS.COM - Wilayah Timur Tengah semakin memanas setelah Pasukan Pertahanan Israel (IDF) membombardir Ibu Kota Lebanon, Beirut, Selasa (30/7/2024).
Padahal sebelumnya, Amerika Serikat (AS) telah meminta Israel untuk tidak melakukan serangan mematikan di Beirut.
Akibat dari serangan ini, IDF mengklaim telah menewaskan komandan paling senior di Hizbullah, Fuad Shukr.
Ledakan keras terdengar di pinggiran selatan Beirut yang diyakini menjadi benteng Hizbullah sekira pukul 19.40 waktu setempat.
"Malam ini, kami telah menunjukkan bahwa darah rakyat kami harus dibayar, dan tidak ada tempat yang tidak terjangkau bagi pasukan kami untuk tujuan ini," kata Menteri Pertahanan Israel, Yoav Gallant, dikutip dari Reuters.
Salah seorang sumber keamanan senior dari negara lain di kawasan tersebut mengatakan, Shukr tewas akibat luka yang dideritanya.
Militer Israel mengatakan Shukr adalah ajudan terpenting Sekretaris Jenderal Hizbullah Hassan Nasrallah.
Tak hanya Shukr, serangan Israel ini juga telah menewaskan tiga warga sipil, termasuk dua anak-anak.
Televisi Al Manar Lebanon menyebutkan, sebanyak 74 orang mengalami luka-luka.
Rekaman Reuters menunjukkan sebuah gedung bertingkat di pinggiran selatan mengalami kerusakan di bagian sudut atas.
Puing-puing hangus berserakan di jalan-jalan di bawahnya, tempat orang banyak berkumpul untuk meneriakkan dukungan kepada pemimpin Hizbullah.
Baca juga: Israel Klaim Bunuh Komandan Hizbullah Fuad Shukr di Beirut saat Nasibnya Belum Diketahui
Hizbullah berulang kali membantah telah terlibat dalam serangan di Dataran Tinggi Golan.
Insiden di Majdal Shams, Golan telah memicu upaya diplomatik tingkat tinggi dari Barat untuk mencegah eskalasi besar yang dapat mengobarkan amarah di Timur Tengah.
Koordinator Khusus PBB, Jeanine Hennis-Plasschaert menyerukan agar ketenangan tetap berlaku di tengah meningkatnya ketegangan dan meminta Israel dan Lebanon untuk mengeksplorasi semua jalan diplomatik untuk mengakhiri permusuhan.
"Tidak ada yang namanya solusi militer," kata Hennis-Plasschaert.
Serangan hari Selasa di Beirut memicu kecaman luas oleh pejabat Lebanon dan sekutu regional Hizbullah termasuk Hamas di Gaza, Houthi di Yaman, Suriah, dan Iran, yang mendukung ketiga kelompok tersebut.
Setelah serangan di Beirut, militer Israel mengatakan tidak akan mengeluarkan instruksi baru untuk pertahanan sipil di daerahnya.
Hal ini mengindikasikan bahwa Israel tidak berencana untuk melakukan serangan lebih lanjut dalam waktu dekat.
Channel 12 Israel mengutip seorang pejabat mengatakan bahwa Israel tidak menginginkan perang habis-habisan.
Baca juga: Lebanon Siaga, Hizbullah Siap Pasang Badan Bakal Serbu Galilea jika Israel Lakukan Serangan
Media Israel melaporkan bahwa, tergantung pada reaksi Hizbullah, militer menganggap serangan Beirut sebagai respons terakhir terhadap serangan Dataran Tinggi Golan.
Militer Israel mengatakan ada sekitar 25 roket yang diluncurkan dari Lebanon selatan ke Israel utara sepanjang hari.
Petugas medis melaporkan seorang pria berusia 30 tahun di komunitas koperasi Kibbutz Hagoshrim tewas.
Hamas Peringatkan Israel
Menanggapi serangan di Beirut, Hamas menyebut serangan balasan IDF merupakan eskalasi berbahaya.
Kelompok proksi Iran Hamas, yang beroperasi di Lebanon dan Gaza mengatakan pihaknya mengutuk keras agresi brutal Israel terhadap Lebanon.
"Kami menganggapnya sebagai eskalasi berbahaya yang sepenuhnya menjadi tanggung jawab pendudukan Nazi-Zionis," katanya, dikutip dari The Jerusalem Post.
Baca juga: Sosok Muhsin Shukr, Panglima Hizbullah yang Selamat dalam Serangan Israel, Kepalanya Dihargai Rp81 M
Serangan itu terjadi saat Hamas dan Israel sedang merundingkan kesepakatan penyanderaan dan gencatan senjata.
Menteri Luar Negeri AS, Antony Blinken berbicara dengan mitranya dari Mesir, Badr Abdelatty tentang kesepakatan tersebut pada hari sebelumnya.
Blinken “menekankan pentingnya perjanjian gencatan senjata untuk memajukan stabilitas regional yang lebih luas, termasuk dengan membuka kemungkinan solusi diplomatik untuk konflik di seberang Garis Biru” di perbatasan utara Israel dengan Lebanon.
Para pejabat AS telah mendesak Israel agar tidak menyerang Beirut sebagai balasan atas kematian anak-anak tersebut, meskipun kelompok proksi Iran, Hizbullah, berlokasi di sana.
Serangan itu terjadi setelah kabinet keamanan mengizinkan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu dan Menteri Pertahanan Yoav Gallant untuk membalas, tetapi tidak merinci apa tanggapannya.
Gallant hanya memberikan satu komentar singkat setelah serangan itu, yang ia sampaikan dalam bahasa Ibrani dan Inggris.
"Hizbullah telah melewati batas merah," kata Gallant.
Baca juga: Brigade Al-Qassam Kirim Pesan ke Hizbullah Jelang Invasi Israel ke Lebanon: IDF Tak Punya Tank Lagi
Netanyahu mengadakan konsultasi keamanan di kantor pusat Kementerian Pertahanan pada Selasa malam, setelah serangan tersebut.
Gallant, Menteri Urusan Strategis Ron Dermer, Kepala Staf IDF Herzl Halevi, Kepala Mossad David Barnea, dan kepala Shin Bet Ronen Bar ikut dalam pertemuan itu.
(Tribunnews.com/Whiesa)