Iran dan Israel dipisahkan oleh negara-negara tetangga seperti Irak dan Yordania, dan jarak antara Yerusalem dan Teheran sekitar 1.850 kilometer.
"Faktanya, konflik tidak akan berbentuk perang klasik, tetapi lebih merupakan pertukaran serangan jarak jauh," kata Fabian Hinz, pakar Timur Tengah di Institut Internasional untuk Studi Strategis, atau IISS, yang berpusat di London, kepada DW.
Konflik bersenjata antara Israel dan Iran terutama akan dilakukan melalui udara, yang akan memainkan peran penting, tambahnya.
Hizbullah akan Menjadi Game Changer
Namun, konflik bersenjata dengan Hizbullah yang berpusat di Lebanon akan menjadi tantangan militer yang berbeda bagi Israel.
Hizbullah, yang sering disebut sebagai "ujung tombak Iran," mungkin merupakan kelompok non-negara yang paling bersenjata di dunia, menurut sebuah studi oleh Pusat Studi Strategis dan Internasional di Washington.
Perkiraan stok roket Hizbullah bervariasi antara 120.000 dan 200.000.
Menurut studi CSIS, Iran akan dapat dengan cepat memasok milisi Hizbullah jika terjadi perang.
Mayoritas persenjataannya terdiri dari proyektil jarak pendek tanpa kendali, meskipun milisi tersebut juga telah meningkatkan aksesnya ke rudal jarak jauh, kata Hinz.
Selain itu, kelompok tersebut juga dapat menyerang dari wilayah Suriah, tambahnya.
"Ini berarti sebagian besar wilayah Israel akan terancam oleh serangan Hizbullah jika terjadi eskalasi konflik," katanya.
Hinz berpendapat Israel bisa saja menggunakan sistem Iron Dome untuk melawan serangan rudal dari Lebanon
Tetapi jumlah roket tetap menjadi masalah utama, ujarnya.
(Tribunnews.com, Tiara Shelavie)