TRIBUNNEWS.COM - Perselisihan diplomatik Israel dengan Norwegia soal Palestina semakin meluas.
Beberapa waktu kemarin, Israel mencabut akreditasi delapan diplomat Norwegia yang bekerja sebagai Perwakilan Otoritas Palestina.
Tindakan tersebut memicu tanggapan tajam dari Menteri Luar Negeri Norwegia yang menyebutnya sebagai "tindakan ekstrem".
Menteri Luar Negeri Israel, Israel Katz, mengungkapkan kalau keputusan untuk mencabut status diplomat tersebut dibuat sebagai tanggapan atas perilaku anti-Israel Norwegia, termasuk pengakuannya terhadap negara Palestina.
Norwegia menyalahkan pemerintah Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu atas perselisihan diplomatik.
"Sekarang Oslo sedang mempertimbangkan tanggapannya terhadap situasi tersebut," kata Menteri Luar Negeri Norwegia Espen Barth Eide dalam sebuah pernyataan, dikutip dari TRT World.
"Ini adalah tindakan ekstrem yang terutama memengaruhi kemampuan kami untuk membantu penduduk Palestina... Keputusan hari ini akan berdampak pada hubungan kami dengan pemerintahan Netanyahu," katanya.
Norwegia mengatakan telah memanggil seorang pejabat kedutaan Israel untuk memprotes keputusan Israel mencabut status diplomatik utusan Norwegia untuk Otoritas Palestina.
Tanggapan Palestina
Keputusan tersebut juga dikecam oleh Otoritas Palestina, sebagai "pelanggaran hukum internasional".
"Keputusan Kementerian Luar Negeri Israel mengenai misi Norwegia di Palestina memiliki dimensi berbahaya dan menimbulkan dampak besar," kata Hussein Al-Sheikh, Sekretaris Jenderal Organisasi Pembebasan Palestina milik Presiden Mahmoud Abbas dalam sebuah pernyataan di platform media sosial X.
Baca juga: Israel Menghukum Diplomat Norwegia karena Mengakui Negara Palestina, Palestina Mengecam Israel
Norwegia pada tahun 1990-an membantu merundingkan Kesepakatan Oslo, serangkaian perjanjian yang dirancang untuk membawa perdamaian antara Israel dan Palestina.
Meski perdamaian masih sulit dicapai, negara Nordik itu masih memimpin kelompok donor internasional untuk Palestina.
Norwegia telah lama berpendapat bahwa solusi dua negara hanya dapat dicapai melalui dialog dan bukan pendekatan sepihak, tetapi akhirnya kehilangan kepercayaan terhadap strategi ini.
Bersama dengan Spanyol dan Irlandia, Norwegia pada bulan Mei secara resmi mengakui negara Palestina.
Dengan harapan hal ini akan membantu mempercepat upaya untuk mengamankan gencatan senjata dalam perang Israel di Gaza yang telah menewaskan hampir 40.000 orang, sebagian besar adalah wanita dan anak-anak.
(Tribunnews.com, Andari Wulan Nugrahani)