“Paus ingin mempromosikan hubungan yang lebih baik, lebih positif, lebih sehat. Itulah alasan dokumen di Abu Dhabi juga diberi tajuk perdamaian dunia dan ‘hidup berdampingan’ di situ,” katanya.
Profesor di Pusat Studi Keagamaan dan Konflik di Arizona State University, Peter Suwarno, juga menganggap Paus Fransiskus tidak akan melakukan konfrontasi langsung.
“Kalau dilihat juga waktu ke Uni Emirat Arab, dia menandatangani deklarasi yang salah satunya adalah hidup berdampingan,” tutur Peter.
“Mungkin dia memang sangat halus menyampaikan pesan bahwa ayo kita hidup berdampingan, sehingga itu menyentuh ke banyak aspek, yang salah satunya mungkin juga intoleransi yang ada di negara.”
Ketua Konferensi Waligereja Indonesia (KWI), Antonius Subianto Bunjamin, mengatakan bahwa dalam lawatan ke Indonesia, Paus Fransiskus juga rencananya akan meneken deklarasi serupa bersama Imam Besar Masjid Istiqlal, Nasaruddin Umar.
“Judulnya Deklarasi Bersama Istiqlal 2024, Meneguhkan Kerukunan Umat Beragama untuk Kemanusiaan. Isinya tidak akan saya bacakan. Masih rahasia,” ujar Antonius dalam jumpa pers pekan lalu.
“Sudah lengkap itu judulnya saja. Jadi poinnya tadi dua, dehumanisasi dan lingkungan, lalu dari sana ada empat yang diungkapkan dalam deklarasi itu. Pendek deklarasinya.”
Dengan kedatangan Paus ini, Antonius berharap Indonesia “bisa menjadi agen di Asia Tenggara atau Asia Pasifik untuk persaudaraan kemanusiaan.”
Bagaimana respons dua ormas Islam terbesar Indonesia?
Dalam pernyataan pers Pimpinan Pusat Muhammadiyah yang ditandatangani Ketua Umum Haedar Nashir dan Sekretaris Umum Abdul Mu’ti, pada Selasa (03/09), organisasi tersebut “menyambut baik kunjungan Paus Fransiskus ke Indonesia”.
PP Muhammadiyah menyoroti lawatan Paus yang menggunakan pesawat komersial dan tidak menginap di hotel berbintang. “Hal ini menunjukkan keteladanan yang dapat menjadi inspirasi penting bagi para pemimpin bangsa di tingkat nasional dan ranah global”.
Dalam konteks hubungan antarumat beragama, khususnya hubungan Islam dan Katolik, kunjungan Paus Fransiskus disebut “menunjukkan arti penting Indonesia dan komitmen Paus Fransiskus dalam membangun dan memperkuat hubungan Katolik dan dunia Islam.”
“Rencana pertemuan Paus Fransiskus dengan kelompok-kelompok agama menunjukkan keterbukaan dalam dialog dan kerja sama antar iman serta memperkenalkan Indonesia kepada dunia sebagai negara yang memiliki kemajemukan serta kerukunan agama dan budaya,” sebut pernyataan pers PP Muhammadiyah.
Pemerintah Indonesia, tulis PP Muhammadiyah, dapat menjadikan pertemuan dengan Paus Fransiskus untuk menyampaikan dan mendialogkan posisi Indonesia dalam perdamaian dunia, khususnya masalah Palestina.
Sambutan terhadap kedatangan Paus Fransiskus juga disampikan Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), Yahya Cholil Staquf.
“Selamat datang dan selamat menikmati negeri persatuan dan kesatuan, negeri toleransi dan persaudaraan, bangsa Bhinneka Tunggal Ika,” kata Yahya.
“Semoga kunjungan Paus Fransiskus ke Indonesia ini dapat ikut semakin meneguhkan kerukunan di antara segenap warga bangsa kami dan juga meneguhkan persaudaraan kemanusiaan di antara seluruh umat manusia,” tambah Yahya.
Ketegangan agama memicu konflik kemanusiaan
Profesor studi Katolik dari Case Western Reserve University, Jonathan Tan, memandang kunjungan Paus Fransiskus ke Indonesia merupakan bagian dari upaya pemimpin umat Katolik sedunia itu untuk meredam ketegangan antara Islam dan Kristen.
Pasalnya, ketegangan antara Islam dan Kristen yang tak berkesudahan kerap kali memicu konflik kemanusiaan di berbagai belahan dunia, salah satunya sentimen anti-imigran.
“Saya rasa Paus ingin membuka jalan hubungan yang baru, yang tidak defensif, karena jika kita melihat contoh sentimen anti-imigran di Eropa, retorika anti-imigran itu kerap berhubungan dengan retorika anti-Muslim,” kata Jonathan.
“Sebagai pemimpin penting di Eropa, Paus ingin memberikan contoh bahwa ada cara berbeda untuk memahami orang-orang ini.”
Jonathan mengatakan bahwa pergerakan Paus Fransiskus ini bukan hanya upaya membawa rasa aman untuk Muslim di negara mayoritas Kristen atau Katolik, tapi juga sebaliknya.
Menurut Jonathan, Paus Fransiskus tahu betul bahwa banyak umat Katolik yang tinggal di negara-negara Islam, di mana diskriminasi kerap terjadi.
“Paus ingin bekerja sama dengan para pemimpin untuk mencari cara agar para umat Katolik itu dapat mempraktikkan keyakinan mereka dengan cara yang tak membuat [negara Islam itu] takut akan kehadiran umat Katolik,” katanya.
Tekad di balik nama Paus Fransiskus
Ignatius Suharyo mengatakan bahwa tekad Paus Fransiskus untuk membawa perdamaian antara Islam dan Kristen bahkan sudah terlihat dari pemilihan nama kepausannya.
Terlahir dengan nama Jorge Mario Bergoglio, ia memilih nama Santo Fransiskus dari Assisi sebagai panggilan kepausannya ketika terpilih sebagai pemimpin Gereja Katolik sedunia pada 2013.
Santo Fransiskus dari Assisi dikenal sebagai juru damai saat Perang Salib berkecamuk pada Abad Ke-15 sampai Abad Ke-17.
“Pada waktu, tanda petik ya, ‘Kekristenan berperang melawan Islam’, Fransiskus Assisi menerobos medan perang untuk bertemu dengan salah satu pemimpin Islam di sana,” kata Ignatius.
“Jadi wataknya itu, watak Fransiskus Assisi yang hidup pada Abad ke-13, itu ingin dimasukkan di dalam batinnya dan ditunjukkan.”
Berebut umat?
Terlepas dari misi perdamaian, Paus Fransiskus juga membawa misi menyebarkan ajaran Katolik dalam tur lawatannya ke Asia, menurut pengamatan Jonathan Tan.
“Bagi Paus, Asia merupakan kawasan di mana Katolik berpotensi berkembang secara signifikan,” kata Jonathan.
Jonathan mencatat bahwa sepanjang masa kepausannya sejak 2012, Paus Fransiskus sudah mengunjungi delapan negara di kawasan Asia. Semua negara dalam tur itu memiliki populasi Katolik yang kecil.
Delapan negara itu mencakup Korea Selatan (2014), Sri Lanka dan Filipina (2015), Myanmar dan Bangladesh (2017), Thailand dan Jepang (2019), Kazakhstan (2022), dan Mongolia (2023).
Dalam tur Asia kali ini juga hanya Timor Leste yang mayoritas penduduknya Katolik.
“Di Asia, masih banyak orang yang bukan Kristen, dan yang tak punya agama, para pemikir bebas,” katanya.
“Jadi, masih banyak ruang. Masih banyak kemungkinan.”
Jonathan mengungkap bahwa beberapa pihak khawatir pergerakan Paus Fransiskus ini justru bakal memicu persaingan, karena Islam juga punya konsep dakwah untuk menyebarkan ajarannya.
“Banyak orang takut satu agama akan bersaing dengan agama lainnya, yang menurut saya tak perlu dikhawatirkan karena ada banyak potensi,” ucap Jonathan.
Ketika menyebut potensi, Jonathan merujuk pada begitu banyak populasi di Asia yang masih tak punya kepercayaan pasti. Artinya, masih banyak jiwa yang bisa dimenangkan oleh kedua belah pihak.
Pada akhirnya, Jonathan kembali lagi pada hal yang ingin dicapai Paus Fransiskus, yaitu mengajak semua agama bersatu untuk mengatasi berbagai masalah di dunia.
“Kita bisa bekerja sama untuk mengatasi masalah-masalah seperti kemiskinan, kekurangan literasi, dan kita bisa menambah edukasi, meningkatkan standar hidup, mengurangi kematian bayi,” tutur Jonathan.
“Banyak hal yang bisa dikontribusikan oleh semua agama untuk membuat kehidupan lebih baik.”
!function(s,e,n,c,r){if(r=s._ns_bbcws=s._ns_bbcws||r,s[r]||(s[r+"_d"]=s[r+"_d"]||[],s[r]=function(){s[r+"_d"].push(arguments)},s[r].sources=[]),c&&s[r].sources.indexOf(c)<0){var t=e.createElement(n);t.async=1,t.src=c;var a=e.getElementsByTagName(n)[0];a.insertBefore(t,a),s[r].sources.push(c)}}(window,document,"script","https://news.files.bbci.co.uk/ws/partner-analytics/js/fullTracker.min.js","s_bbcws");s_bbcws('syndSource','ISAPI');s_bbcws('orgUnit','ws');s_bbcws('platform','partner');s_bbcws('partner','tribunnews.com');s_bbcws('producer','indonesian');s_bbcws('language','id');s_bbcws('setStory', {'origin': 'optimo','guid': 'crlrp1k8gp1o','assetType': 'article','pageCounter': 'indonesia.articles.crlrp1k8gp1o.page','title': 'Mengapa Paus Fransiskus datang ke Indonesia, negara dengan populasi Muslim terbesar di dunia?','published': '2024-09-02T23:35:43.813Z','updated': '2024-09-03T06:21:37.393Z'});s_bbcws('track','pageView');