News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Pezeshkian: Iran Siap Bernegosiasi soal Program Nuklir, Namun Tak Akan Tunduk pada Intimidasi Barat

Penulis: Tiara Shelavie
Editor: Nuryanti
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Presiden Iran Masoud Pezeshkian berbicara kepada wartawan Iran dan wartawan asing di Teheran pada 16 September 2024 dalam konferensi pers pertamanya sejak ia menjabat.

TRIBUNNEWS.COM - Presiden Iran Masoud Pezeshkian berkata Teheran siap bernegosiasi dengan Barat dan berkomitmen dengan semua regulasi internasional.

Tetapi Iran tidak mau tunduk pada tekanan atau intimidasi.

Dilaporkan PressTV, Pezeshkian membuat pernyataan tersebut pada Senin (16/9/2024), dalam sebuah konferensi pers bersama wartawan internasional.

"Kita tidak sedang berkonflik dengan siapapun," ujar sang presiden.

Pezeshkian berkata pemerintahannya akan bernegoisasi pada berbagai isu, termasuk soal program nuklir.

"Saya kira, kami sudah berkali-kali katakan, kami tidak ingin melakukan ini sama sekali. Kami ingin menyelesaikan kebutuhan teknis dan ilmiah kami, kami tidak mencari senjata nuklir," kata Pezeshkian, mengutip AP News.

"Kami mematuhi kerangka kerja yang tertulis dalam kesepakatan nuklir."

"Kami masih berusaha mempertahankan kerangka kerja tersebut."

"Tetapi mereka menghancurkannya, mereka memaksa kami untuk melakukan sesuatu."

“Jika mereka tidak melanjutkan, kami tidak akan melanjutkan."

Presiden Iran Masoud Pezeshkian. (Tehran Times)

Ketika ditanya apakah akan bertemu atau berbicara dengan Presiden AS Joe Biden atau siapa pun yang memenangkan Pilpres AS pada bulan November, Pezeshkian mengatakan bahwa AS harus kembali ke kesepakatan nuklir terlebih dahulu, baru kemudian kedua belah pihak bisa akan berunding.

Baca juga: Iran Luncurkan Satelit ke Luar Angkasa Menggunakan Roket Qaem-100, Barat Khawatir soal Teknologinya

"Mereka telah menutup semua jalan menuju kita", kata Pezeshkian.

"Mereka harus menunjukkan bahwa mereka tidak memiliki permusuhan terhadap kita. Kita tidak memiliki permusuhan terhadap mereka."

Pezeshkian juga meminta AS untuk tidak mengancam Iran dengan pangkalan militer regionalnya atau menjatuhkan sanksi terhadap negara tersebut.

Ia mengatakan Iran akan menempuh segala cara yang memungkinkan untuk menyingkirkan rintangan.

Pada langkah pertama, Iran akan menciptakan pandangan dan bahasa yang sama dengan negara-negara tetangganya untuk membangun kawasan yang penuh kedamaian dan ketenangan.

"Kekuatan asinglah yang menghalangi terciptanya perdamaian di kawasan tersebut dengan menciptakan konflik ekonomi, budaya, dan etnis," kata Pezeshkian.

Ia menggarisbawahi perlunya Iran untuk tetap kuat.

“Kita membutuhkan kekuatan pertahanan untuk menjaga keamanan rakyat dan negara kita.”

Iran Luncurkan Satelit ke Luar Angkasa Menggunakan Roket Qaem-100, Barat Khawatir soal Teknologinya

Baru-baru ini, Iran meluncurkan sebuah satelit penelitian Charman-1 dengan menggunakan roket Qaem-100.

Namun peluncuran itu dicap berbahaya oleh Barat karena teknologi roket tersebut dipercaya mampu membawa rudal balistik antarbenua (ICBM), yang bisa membawa senjata nuklir.

Mengutip DW, Amerika Serikat sebelumnya mengatakan peluncuran satelit Iran bertentangan dengan resolusi Dewan Keamanan PBB.

Kepala Badan Tenaga Atom Internasional, Rafael Grossi, berulang kali menyebut bahwa Iran sekarang memiliki cukup "uranium yang diperkaya" untuk beberapa senjata nuklir.

Namun Iran selalu membantah bahwa mereka ingin membangun senjata nuklir.

Baca juga: Singgung Gaza, Presiden Iran: Jika Kita Tak Miliki Rudal, Israel Akan Mengebom Kapan pun Mereka Mau

Mereka mengatakan program luar angkasanya, seperti aktivitas nuklirnya, murni untuk tujuan sipil.

Tentang JCPOA, Kesepakatan Nuklir Iran

Mengutip cfr.org, Joint Comprehensive Plan of Action (JCPOA) atau yang lebih dikenal dengan "kesepkatan nuklir Iran", adalah sebuah perjanjian mengenai program nuklir Iran yang disepakati di kota Wina, Austria pada 14 Juli 2015.

Perjanjian itu ditandatangani oleh Iran, P5+1 (lima anggota tetap Dewan Keamanan PBB yakni Amerika Serikat, Inggris, Prancis, Rusia, China, ditambah Jerman), serta Uni Eropa.

Tujuan utama dari perjanjian ini adalah untuk membatasi program nuklir Iran guna mencegahnya mengembangkan senjata nuklir.

Sebagai balasannya, Iran diberi keringanan sanksi ekonomi.

Tetapi pada tahun 2018, Presiden AS saat itu, Donald Trump, memutuskan untuk menarik diri dari kesepakatan nuklir, dengan alasan bahwa perjanjian tersebut tidak cukup kuat untuk menghentikan ambisi nuklir Iran dan tidak mencakup aktivitas Iran di kawasan, seperti program misil balistik.

Mantan Presiden AS Donald Trump menandatangani dokumen yang memberlakukan kembali sanksi terhadap Iran setelah mengumumkan penarikan AS dari perjanjian Nuklir Iran, di Ruang Resepsi Diplomatik Gedung Putih di Washington, DC, pada 8 Mei 2018. (SAUL LOEB / AFP)

Dengan begitu, AS kembali memberlakukan sanksi terhadap Iran.

Sebagai balasan atas pengunduran diri AS dan serangan mematikan terhadap tokoh-tokoh terkemuka Iran pada tahun 2020, Iran dilaporkan melanjutkan aktivitas nuklirnya.

Inspektur PBB melaporkan pada awal tahun 2023 bahwa Iran telah memperkaya sejumlah kecil uranium hingga hampir mencapai tingkat senjata, yang memicu kekhawatiran internasional.

(Tribunnews.com, Tiara Shelavie)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini