TRIBUNNEWS.com - Setidaknya 11 orang tewas, termasuk tiga anak-anak, dalam ledakan massal perangkat komunikasi, pager, di Lebanon, Selasa (17/9/2024).
Sementara, 2.800 lainnya terluka, di mana sebagian besar adalah pejuang kelompok perlawanan Lebanon, Hizbullah.
Hizbullah menyebut Israel sepenuhnya bertanggung jawab atas ledakan tersebut dan bersumpah akan melakukan "balasan yang adil dari pihak yang tak terduga" terhadap Tel Aviv.
Hizbullah dan militer Israel telah saling serang di perbatasan kedua negara itu sejak Tel Aviv mulai melancarkan serangan terhadap Gaza pada 7 Oktober 2023.
Meski demikian, konflik antara Lebanon dan Israel bukanlah hal baru, melainkan sudah terjadi selama hampir setengah abad, dilansir Al Jazeera.
1982: Invasi dan pembentukan Hizbullah
Israel menginvasi Lebanon pada Juni 1982. Sikap itu disebut-sebut merupakan respons Israel terhadap serangan yang dilancarkan oleh Organisasi Pembebasan Palestina (PLO) dari Lebanon selatan.
Di waktu yang bersamaan, perang saudara di Lebanon telah berkecamuk selama tujuh tahun.
Israel diketahui menduduki wilayah Lebanon selatan hingga Beirut barat, tempat PLO bermarkas.
Setelah kesepakatan, PLO beralih ke Tunisia, tapi militer Israel tetap tinggal di Lebanon, mendukung proksi lokal dalam perang saudara.
Militer Israel juga berkontribusi terhadap pembantaian Sabra dan Shatila.
Beberapa kelompok di Lebanon dibentuk untuk mengusir pendudukan Israel, salah satunya berasal dari komunitas Muslim Syiah.
Baca juga: Sumber Eksklusif Bongkar Strategi Mossad Ledakkan Pager Hizbullah: Menyadap, lalu Dikirim ke Lebanon
Hizbullah merupakan gagasan para pemimpin Muslim dan diberi mandat untuk mengusir Israel.
Kelompok itu dengan cepat menjadi kekuatan yang signifikan di Lebanon setelah mendapat dukungan dari pemuda dan penduduk yang tak puas di Lembah Bekaa dan pinggiran selatan Beirut - daerah terpinggirkan dengan populasi Syiah yang signifikan.
1983: Serangan terhadap militer asing di Lebanon
Antara tahun 1982-1986, sejumlah serangan terhadap keberadaan militer asing dilakukan.
Serangan itu diklaim oleh beberapa kelompok, namun kebanyakan mengarah kepada Hizbullah.
Pada 23 Oktober 1983, pengeboman beberapa gedung di Beirut, menewaskan lebih dari 300 pasukan penjaga perdamaian Prancis dan Amerika.
Pengeboman itu diklaim dilakukan oleh kelompok Jihad Islam, yang oleh banyak pihak diyakini sebagai kedok Hizbullah.
1985: Pertumbuhan Hizbullah
Pada 1985, kekuatan tempur Hizbullah semakin bertumbuh hingga mampu memaksa tentara Israel mundur ke Sungai Litani di Lebanon selatan.
Israel kemudian mendeklarasikan apa yang disebut sebagai "zona keamanan" di sepanjang perbatasan Lebanon-Israel.
Yang menjaga zona itu adalah Tentara Lebanon Selatan (SLA) yang didominasi umat Kristen.
Baca juga: Perlawanan Irak Siap Rudal Pemukiman Israel, Janji Akan Balaskan Dendam Hizbullah
SLA, yang disebut sebagai proksi Israel, terus mendukung pendudukan di Lebanon selatan hingga penarikan Israel di tahun 2000.
1992: Hizbullah terjun ke dunia politik
Setelah perang saudara Lebanon berakhir, tepatnya tahun 1992, Hizbullah memasuki politik parlementer.
Kelompok itu memenangkan delapan kursi di majelis Lebanon yang beranggotakan 128 orang.
Jumlah kursi Hizbullah telah meningkat dan kelompok tersebut beserta sekutunya saat ini memiliki 62 kursi di parlemen.
Hizbullah juga menjalankan berbagai program sosial yang ekstensif di wilayah-wilayah di mana kehadirannya paling kuat, sehingga meningkatkan pengaruhnya.
1993: Perang Tujuh Hari
Di bulan Juli 1993, Israel menyerang Lebanon dalam operasi yang disebut "Operasi Akuntabilitas".
Operasi itu juga dikenal sebagai Perang Tujuh Hari di Lebanon.
Serangan itu terjadi setelah Hizbullah menanggapi serangan Israel terhadap kamp pengungsi dan desa di Lebanon dengan menyerang Israel utara.
Balasan Hizbullah itu menyebabkan jatuhnya korban jiwa.
Konflik tersebut menewaskan 118 warga sipil Lebanon dan melukai 500 lainnya, serta menghancurkan ribuan bangunan.
1996: Agresi di bulan April dan serangan di Qana
Tiga tahun setelah Perang Tujuh Hari, tepatnya pada 11 April 1996, Israel melancarkan serangan 17 hari.
Operasi itu dilakukan untuk memaksa Hizbullah melewati Sungai Litani dan keluar dari jangkauan serangan Israel.
Banyak korban jatuh, baik dari sipil dan militer, di kedua belah pihak. Infrastruktur Lebanon juga rusak parah.
Pada 18 April 1996, Israel menembaki kompleks PBB di dekat desa Qana di Lebanon selatan yang diduduki.
Baca juga: 12 Kapal Israel Jadi Sasaran Iran, Panglima Tertinggi IRGC: Ini adalah Serangan Balasan
Padahal, di kompleks tersebut, ada sekitar 800 warga sipil yang mengungsi berlindung.
Serangan itu menewaskan 106 warga sipil, termasuk sedikitnya 37 anak-anak, dan melukai sekitar 116 orang.
Empat tentara Fiji, yang ditugaskan pada pasukan penjaga perdamaian sementara PBB, juga terluka parah.
2006: Perang Juli
Dalam operasi pada 2006 di wilayah Israel, Hizbullah menewaskan tiga tentara Zionis, yaitu Wassim Nazal; Eyal Benin; dan Shani Turgeman, serta menangkap dua lainnya, Ehud "Udi" Goldwasser dan Eldad Regev.
Hizbullah menuntut pembebasan tahanan Lebanon dengan imbalan tentara Israel.
Pada akhirnya, jenazah Goldwasser dan Regev dikembalikan dua tahun kemudian dengan imbalan lima tahanan Lebanon.
Di bulan yang sama, Perang Juli pecah dan berlangsung selama 34 hari.
Sekitar 1.200 warga Lebanon tewas dan 4.400 lainnya terluka, sebagian besar warga sipil.
Sementara itu, Israel melaporkan 158 kematian, sebagian besar dari mereka adalah tentara.
2009: Manifesto yang diperbarui
Pada 2009, Hizbullah memperbarui manifestonya, berkomitmen untuk mengintegrasikannya ke dalam bentuk pemerintahan demokratis yang mewakili persatuan nasional dan bukan kepentingan sektarian.
Ini adalah deklarasi keduanya, setelah Surat Terbuka tahun 1985 yang memiliki tujuan domestik yang berlawanan.
Hal ini diputuskan Hizbullah sembari mempertahankan penentangannya terhadap Israel dan dukungannya yang berkelanjutan terhadap Iran
Manifesto tahun 2009 menegaskan kembali gagasan perlawanan terhadap Israel sambil menunjukkan betapa mengakarnya Hizbullah di seluruh lapisan Lebanon.
2012: Perang saudara di Suriah
Hizbullah terlibat dalam perang saudara Suriah untuk mendukung rezim Damaskus sejak 2012.
Baca juga: Eks Kepala Shin Bet: Israel Tak Siap Terlalu Lama Perang di Gaza, Seharusnya Sudah Berakhir
Langkah Hizbullah itu menuai banyak kritik dari mantan pendukung Arabnya dan juga dikutuk oleh salah satu pendiri kelompok tersebut, ulama senior Subhi al-Tufayli.
Namun, para pendukung mereka mengklaim pengerahan ini berperan dalam mencegah masuknya kelompok bersenjata, khususnya ISIL (ISIS), ke Lebanon, serta memberi Hizbullah pengalaman medan perang yang luas.
2023-2024: Dukungan untuk Gaza
Pada Oktober 2023, Hizbullah meluncurkan serangan roket ke Israel untuk mendukung Gaza.
Serangan itu sebagai bentuk dukungan terhadap Gaza yang dibombardir oleh Israel.
Di Lebanon, 97.000 orang terpaksa meninggalkan rumah mereka, dengan 566 orang tewas, menurut Kementerian Kesehatan Lebanon.
Sementara, sekitar 60.000 warga Israel dievakuasi dari wilayah perbatasan Israel utara.
Orang-orang di kedua belah pihak belum kembali ke rumah mereka.
September 2024: Ledakan massal pager
Pada 17 September 2024, ribuan pager milik Hizbullah di Lebanon meledak.
Sejauh ini, sedikitnya 11 orang, termasuk tiga warga sipil, tewas akibat serangan tersebut dan sekitar 2.750 orang terluka.
Hizbullah telah mengonfirmasi pihaknya menganggap Israel bertanggung jawab dan telah berjanji akan melakukan pembalasan.
(Tribunnews.com/Pravitri Retno W)