Hal senada juga dilontarkan Izzat al-Risheq, anggota biro politik Hamas, ia menggambarkan perintah penutupan tersebut sebagai tindakan pembungkaman kebenaran.
“Penutupan kantor Al Jazeera adalah puncak dari perang yang dideklarasikan terhadap jurnalis yang menjadi sasaran terorisme Zionis sistematis yang bertujuan menyembunyikan kebenaran,” jelas al-Risheq.
Sementara Kantor Media Pemerintah di Gaza menyebut tindakan Israel tersebut sebagai “skandal yang memekakkan telinga”.
“Kami menyerukan kepada semua organisasi media dan kelompok yang menangani hak asasi manusia di dunia untuk mengutuk kejahatan keji ini … yang merupakan pelanggaran terang-terangan terhadap kebebasan pers dan media,” ujar Kantor Media Pemerintah di Gaza.
Kecaman serupa juga diutarakan, Mostafa Barghouti, sekretaris jenderal Inisiatif Nasional Palestina.
Dalam keterangan resminya ia mengatakan Israel tidak memiliki hak, secara hukum, untuk menutup kantor mana pun di Ramallah, yang termasuk dalam Area A di bawah administrasi keamanan dan sipil Otoritas Palestina (PA).
“Inilah wajah asli Israel, sebuah negara yang mengklaim dirinya sebagai negara demokrasi dan mendukung kebebasan pers,” katanya.
Sebagai informasi penggerebekan seperti ini bukan kali pertama yang dilakukan tentara Israel.
Pada awal Mei lalu, Kantor berita Al Jazeera yang berlokasi di sebuah kamar hotel di Yerusalem Timur digerebek kepolisian Israel.
Tak lama dari itu, Kementerian Komunikasi Israel mencabut izin siar dan operasional kantor saluran televisi, Al Jazeera di kota Nazareth, Israel Utara karena dituding jadi "corong" propaganda Hamas.
Selain menutup izin siar, pada penggerebekan itu otoritas Israel turut menyita peralatan siaran langsung milik Al Jazeera seperti sebuah kamera, transceiver TVU, tripod dan sebuah peralatan audio.
Rami Khouri, seorang peneliti di Universitas Amerika di Beirut, juga mengatakan penggerebekan tersebut merupakan bagian dari kebijakan lama Israel yang berusaha untuk mencegah berita sebenarnya tentang Palestina atau tentang apa yang dilakukan Negara Israel terhadap Palestina agar tidak tersebar.
Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menganggap kebijakan baru Israel hanya akal-akalan Netanyahu untuk membatasi kebebasan pers.
Mengingat selama perang berlangsung, Al Jazeera menjadi salah satu portal berita yang paling menentang invasi yang dilakukan pasukan Israel ke ribuan warga Gaza.
(Tribunnews.com/ Namira Yunia)