News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Konflik Palestina Vs Israel

Sekjen PBB Antonio Guterres Semprot Israel dan Hamas, Lebanon Bisa Jadi Gaza Selanjutnya

Penulis: Facundo Chrysnha Pradipha
Editor: Nanda Lusiana Saputri
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres berbicara saat wawancara dengan AFP di markas besar PBB pada 16 September 2024 di New York City. Sekjen PBB Antonio Guterres memperingatkan Israel maupun Hamas yang tidak benar-benar menginginkan gencatan senjata. (ANGELA WEISS / AFP)

TRIBUNNEWS.COM - Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), Antonio Guterres memperingatkan semua pihak yang berpartisipasi dalam perundingan gencatan senjata Gaza.

Ia dengan tegas berani menyimpulkan, pihak yang terlibat tidak tertarik untuk menghentikan perang.

Berbicara kepada CNN menjelang pertemuan tahunan para pemimpin dunia di Majelis Umum PBB, Guterres juga meragukan kemungkinan gencatan senjata.

"Bagi saya jelas bahwa kedua pihak tidak tertarik pada gencatan senjata. Dan itu adalah tragedi, karena ini adalah perang yang harus dihentikan," katanya.

"Baik pemerintah Israel maupun Hamas tidak benar-benar menginginkan gencatan senjata."

Setelah meningkatnya intensitas tembakan lintas perbatasan antara Israel dan Hizbullah pekan ini, Sekjen PBB juga memperingatkan risiko mengubah Lebanon menjadi 'Gaza lain'.

“Yang menjadi kekhawatiran saya adalah kemungkinan mengubah Lebanon menjadi Gaza lain.”

Secara terpisah pada hari Minggu, menteri luar negeri Mesir memperingatkan risiko perang regional habis-habisan karena pertempuran antara Israel dan Hizbullah Lebanon meningkat.

Ia juga mengatakan eskalasi tersebut "berdampak negatif" pada perundingan gencatan senjata Gaza.

Mesir, yang telah menjadi salah satu negara utama yang memfasilitasi perundingan gencatan senjata Gaza bersama AS dan Qatar, memiliki tekad dan komitmen penuh untuk melanjutkan upaya menengahi perjanjian gencatan senjata, kata Badr Abdelatty.

"Semua komponen kesepakatan sudah siap," kata Abdelatty.

Baca juga: HNW Apresiasi Resolusi Majelis Umum PBB Agar Israel Segera Mengakhiri Pendudukan di Palestina

"Masalahnya adalah kurangnya kemauan politik di pihak Israel," imbuhnya.

Abdelatty juga menyalahkan “kebijakan provokatif” Israel atas meningkatnya pertempuran dengan Hizbullah.

Update Perang Terbaru

Angkatan udara Israel meluncurkan puluhan serangan udara Senin (23/9/2024) pagi di Lebanon selatan, kata media pemerintah dan militer Israel.

Warga di berbagai desa di Lebanon selatan mengunggah foto di media sosial memperlihatkan kota mereka diserang.

Kantor Berita Nasional milik pemerintah juga melaporkan serangan udara di berbagai daerah.

Juru bicara militer Israel yang berbahasa Arab mengatakan angkatan udara Israel menyerang target yang terkait dengan kelompok militan Hizbullah di Lebanon.

Gelombang serangan udara itu terjadi setelah hari yang menegangkan saat Hizbullah menembakkan lebih dari 100 roket ke Israel utara, beberapa di antaranya mendarat di dekat kota Haifa. 

Serangan roket Hizbullah terjadi setelah serangan udara Israel di pinggiran kota Beirut pada hari Jumat yang menewaskan seorang komandan militer Hizbullah dan lebih dari selusin anggota Hizbullah, bersama dengan puluhan warga sipil termasuk wanita dan anak-anak.

Minggu lalu, ribuan perangkat komunikasi, yang sebagian besar digunakan oleh anggota Hizbullah, meledak di berbagai wilayah Lebanon, menewaskan 39 orang dan melukai hampir 3.000 orang.

Lebanon menyalahkan Israel atas serangan tersebut, tetapi Israel tidak mengonfirmasi atau menyangkal tanggung jawabnya.

Gubernur Yerusalem Dilarang Masuk Tepi Barat

Pada hari Minggu, otoritas Israel melayangkan perintah kepada Gubernur Yerusalem dari Palestina, Adnan Gheith yang melarangnya memasuki Tepi Barat selama empat bulan tambahan.

Kantor “Jerusalem Governorate Media” menjelaskan, dinas intelijen Israel di pusat penahanan dan interogasi “Maskobiyya” memanggil Gubernur Gheith untuk diinterogasi.

Setibanya di sana, ia menerima surat perintah pembaharuan yang telah berlaku selama enam tahun berturut-turut dan ditandatangani oleh “Panglima Wilayah Tengah” militer Israel.

Sejak Gubernur Gheith memangku jabatannya pada tahun 2018, ia telah menghadapi sejumlah pembatasan dan tindakan, yang paling menonjol adalah “tahanan rumah setelah dakwaan terhadapnya,” yang didahului oleh tahanan rumah di kota Silwan di Yerusalem, “tempat tinggalnya,” larangan berpartisipasi dalam kegiatan apa pun, dan larangan memasuki Tepi Barat.

Selain itu, rumahnya telah berulang kali diserbu dan digeledah, dan dia telah diculik, ditahan, atau dipanggil untuk diinterogasi beberapa kali.

(Tribunnews.com/ Chrysnha)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini