TRIBUNNEWS.COM - Tiga sumber yang mengetahui operasi Hizbullah mengatakan ada sejumlah hal yang membuat Hizbullah tetap bertahan ketika Israel melancarkan serangan udara skala besar ke basis mereka di Lebanon selatan pada Senin (23/9/2024).
Serangan udara Senin lalu membunuh 560 orang dan melukai lebih dari 1.800 orang.
Sumber tersebut mengatakan, rantai komando yang fleksibel, jaringan terowongan yang luas, gudang rudal dan senjata yang sangat besar membantu Hizbullah bertahan.
Hizbullah telah memperkuat pertahanannya setidaknya selama satu tahun terakhir, yang memungkinkan mereka bertahan, seperti diberitakan Al Mayadeen.
Serangan Israel Pengaruhi Militer dan Politik Hizbullah
Meski bertahan, serangan Israel selama beberapa hari terakhir telah mempengaruhi keseimbangan Hizbullah secara politik dan militer.
Serangan itu termasuk menargetkan para pemimpin senior Hizbullah dan meledakkan perangkat komunikasi pager dan walkie-talkie berisi bom.
Ledakan perangkat komunikasi pager pada pekan lalu menyebabkan 1.500 personel militer Hizbullah tidak layak bertempur.
"Serangan terhadap alat komunikasi tersebut menyebabkan 1.500 pejuang tidak dapat berperang karena luka-luka, banyak di antara mereka yang kehilangan penglihatan atau tangannya diamputasi," kata seorang pejabat Hizbullah, Rabu (25/9/2024), merujuk pada insiden meledaknya ribuan pager berisi bom.
Setidaknya 11 orang tewas dan lebih dari 3.000 orang terluka dalam ledakan serentak pada gelombang pertama pada Selasa (17/9/2024), menurut laporan The New York Times.
Gelombang kedua ledakan tersebut pada Rabu (18/9/2024), menewaskan 20 orang dan melukai lebih dari 450 orang.
Baca juga: Pentagon: Invasi Darat IDF ke Lebanon Terserah Israel, AS Tak Terlibat tapi Siap Bantu jika Diminta
Meskipun ini merupakan pukulan besar, namun hanya mewakili sebagian kecil dari kekuatan Hizbullah.
Menurut laporan Kongres Amerika Serikat (AS) pada Jumat (20/9/2024), memperkirakan jumlah pejuang Hizbullah antara 40.000-50.000 ribu pejuang.
Sekretaris Jenderal Hizbullah, Nasrallah, sebelumnya mengatakan kekuatan pejuang Hizbullah berjumlah 100.000 pejuang.
Komando Hizbullah yang Fleksibel
Salah satu sumber yang digambarkan sebagai pejabat keamanan senior mengatakan Hizbullah tetap membalas serangan Israel meski mengalami kekacauan dalam komandonya.
“Serangan rudal Hizbullah terjadi karena rantai komando tetap beroperasi meskipun kelompok tersebut mengalami kekacauan singkat setelah ledakan pager dan radionya," kata sumber itu, dikutip dari Reuters.
Ketiga sumber itu mengatakan kemampuan Hizbullah untuk berkomunikasi didukung oleh jaringan telepon tetap khusus yang penting untuk komunikasinya.
Meski Israel mengklaim menghancurkan 50 persen kemampuan Hizbullah, mereka mengakui Hizbullah masih memiliki berbagai jenis kemampuan.
Sejak 8 Oktober 2023, Hizbullah mendukung perlawanan Palestina, Hamas, dan terlibat pertempuran dengan Israel di perbatasan Lebanon selatan dan Israel utara, wilayah Palestina yang diduduki.
Hizbullah bersumpah akan berhenti menyerang Israel jika Israel dan Hamas mencapai kesepakatan gencatan senjata di Jalur Gaza.
Jumlah Korban di Jalur Gaza
Saat ini, Israel masih melancarkan agresinya di Jalur Gaza, jumlah kematian warga Palestina meningkat menjadi lebih dari 41.495 jiwa dan 96.006 lainnya terluka sejak Sabtu (7/10/2023) hingga Rabu (25/9/2024), dan 1.147 kematian di wilayah Israel, dikutip dari Al Mayadeen.
Sebelumnya, Israel mulai membombardir Jalur Gaza setelah gerakan perlawanan Palestina, Hamas, meluncurkan Operasi Banjir Al-Aqsa pada Sabtu (7/10/2023), untuk melawan pendudukan Israel dan kekerasan di Al-Aqsa sejak tahun 1948.
Israel mengklaim, ada 101 sandera yang hidup atau tewas dan masih ditahan Hamas di Jalur Gaza, setelah pertukaran 105 sandera dengan 240 tahanan Palestina pada akhir November 2023.
(Tribunnews.com/Yunita Rahmayanti)
Berita lain terkait Konflik Palestina vs Israel