TRIBUNNEWS.COM - Pernyataan mengejutkan dikemukakan oleh Donald Trump saat ia menggelar kampanye di New York pada Kamis (26/9/2024) waktu setempat.
Trump mengatakan bahwa dia terbuka untuk berbicara kembali dengan Iran terkait kesepakatan nuklir yang sebelumnya dibatalkan saat ia menjabat sebagai presiden.
Dalam pernyataannya di New York, Trump tidak menjelaskan detail tentang apa yang ingin dia capai dalam kesepakatan jika terpilih kembali di Pilpres AS 2024.
Kandidat presiden dari Partai Republik ini hanya ingin menekankan bahwa pembicaraan itu penting karena ancaman yang dapat ditimbulkan oleh Iran bila mereka memiliki senjata nuklir.
“Ya, saya akan melakukannya,” kata mantan presiden saat ditanya apakah dia akan membuat kesepakatan dengan Iran.
“Kita harus membuat kesepakatan, karena konsekuensinya tidak bisa diterima.” lanjut Trump.
Pernyataannya ini menarik perhatian banyak pihak karena Trump dikenal sangat menentang Iran baik selama menjabat sebagai Presiden AS maupun dalam kampanye politiknya selama ini.
Pada tahun 2018 lalu, Trump menarik diri dari kesepakatan dengan Iran yang mengharuskan negara itu membongkar program senjata nuklirnya dengan pengurangan sanksi internasional sebagai imbalannya.
Sejak Trump menarik AS dari perjanjian tersebut, Iran pun melanjutkan pengayaan uranium yang dibutuhkan untuk mengembangkan senjata nuklir.
Langkah Iran ini pun meningkatkan ketegangan di Timur Tengah terlebih lagi dengan agresi Israel di wilayah Palestina dan Lebanon.
Terkait kapan rencana tersebut akan dilakukan, Trump mengaku siap membuat kesepakatan dengan Iran dalam kurun satu minggu setelah Pilpres jika dia menang pada pemilu tahun 2024 ini.
Baca juga: Menlu Abbas Araghchi: Iran Tidak Akan Acuh Tak Acuh Melihat Perang Skala Penuh di Lebanon
Iran Masih Tak Percayai AS soal Nuklir
Iran sendiri telah menyatakan kesiapannya untuk memulai pembicaraan terkait negosiasi nuklir dengan Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB).
Hal ini diutarakan Menteri Luar Negeri Iran, Abbas Araghchi di sela-sela Sidang Umum PBB yang berlangsung di New York pada Senin (23/9/2024).
"Saya akan tinggal di New York beberapa hari lebih lama daripada presiden (Masoud Pezeshkian) untuk mengadakan lebih banyak pertemuan dengan berbagai menteri luar negeri." ungkap Abbas.