Teror dan Ancaman Israel di Bandara Beirut Halangi Pesawat Iran Mendarat
TRIBUNNEWS.COM- Ancaman Israel terhadap bandara Beirut menghalangi pesawat Iran mendarat.
Pesawat itu dicegah mendarat di tengah kampanye pemboman besar-besaran Israel terhadap Hizbullah dan target sipil di pinggiran kota Beirut.
Menteri Pekerjaan Umum dan Transportasi sementara Lebanon, Ali Hamieh, menyatakan pada tanggal 28 September bahwa ia telah menginstruksikan otoritas di Bandara Internasional Rafiq Hariri di Beirut untuk meminta pesawat Iran agar tidak mendarat di bandara tersebut dan tidak memasuki wilayah udara Lebanon.
Hamieh mengatakan dalam sebuah pernyataan bahwa keputusan itu diambil setelah Angkatan Darat Israel mengancam akan menggunakan "kekuatan jika pesawat itu mendarat di bandara tersebut."
Hamieh mengatakan bahwa Bandara Beirut adalah bandara sipil dan pesawat militer yang mendarat di sana harus mendapat persetujuan dari Angkatan Darat Lebanon.
Media Israel mengklaim bahwa Israel meretas sistem komunikasi menara kontrol Beirut, dengan peringatan bahwa mereka tidak akan mengizinkan pendaratan pesawat kargo dari Qasem Air, Nomor Penerbangan QFZ9964, saat pesawat tersebut sedang mendekati lokasi pendaratan.
Seorang sumber di Kementerian Perhubungan Lebanon mengatakan kepada Reuters bahwa tidak jelas apa yang ada di dalam pesawat itu. "Prioritasnya adalah nyawa orang," tambah sumber itu.
Pada hari Jumat, juru bicara militer Israel Avichay Adraee memperingatkan Iran agar tidak mentransfer senjata ke Hizbullah, dengan mengatakan Iran akan melancarkan serangan udara di bandara Beirut sebagai bagian dari kampanye pengeboman besar-besaran yang menargetkan Hizbullah dan lokasi sipil di pinggiran selatan Beirut.
Juru bicara militer Israel Daniel Hagari menyatakan bahwa "pesawat angkatan udara [Israel] kini berpatroli di area bandara Beirut. Sejauh ini, Lebanon, tidak seperti Suriah, telah bertindak secara bertanggung jawab selama bertahun-tahun dan tidak mengizinkan pengiriman senjata melalui bandara sipil."
Hizbullah mengonfirmasi pada 28 September pembunuhan Sekretaris Jenderalnya Hassan Nasrallah selama serangan hari Jumat yang menghancurkan seluruh blok kota di pinggiran kota Beirut, Dahiye.
"Yang Mulia Sayyed Hassan Nasrallah, Sekretaris Jenderal Hizbullah, telah bergabung dengan rekan-rekannya yang agung dan abadi yang telah gugur sebagai syahid, yang jalannya telah ia pimpin selama hampir tiga puluh tahun, di mana ia menuntun mereka dari satu kemenangan ke kemenangan lainnya," demikian pernyataan yang dikeluarkan oleh gerakan perlawanan Lebanon tersebut.
Hizbullah juga menekankan bahwa pemimpinnya "masih ada di antara kita dengan pemikiran, semangat, garis, dan pendekatan sucinya, dan Anda berkomitmen pada janji kesetiaan dan komitmen untuk melakukan perlawanan dan pengorbanan hingga meraih kemenangan."
SUMBER: THE CRADLE