Setelah novel tersebut diterbitkan, ada sejumlah kasus bunuh diri yang dikaitkan dengan karya tersebut, sebuah fenomena yang kemudian dikenal sebagai "efek Werther."
Goethe sendiri menerbitkan versi kedua novel yang lebih luas yang dimaksudkan untuk membantu para pembaca menjauhkan diri dari Werther.
Istilah "efek Werther" dicetuskan oleh sosiolog David Philipps pada tahun 1974, untuk menjelaskan bagaimana penggambaran bunuh diri yang diromantisasi di media dapat memicu perilaku meniru, terutama di kalangan anak muda.
Siapakah panutan masa kini?
Namun, panutan klasik juga menjadi semakin sulit dipahami.
Berkat media sosial, mentor bagi kaum muda menempati "subsegmen yang tidak lagi nyata," papar psikolog dan psikoterapis yang berbasis di Swiss, Lothar Janssen, kepada DW.
Janssen berbicara tentang "panutan mini" di internet, seperti mereka yang berbagi cara menghadapi penyakit mental di media sosial. Mereka menjangkau masyarakat luas yang dapat mengidentifikasi diri, dengan mereka melalui media sosial yang sebagian besar tidak disaring.
Para ahli menekankan, penting untuk menangani penyakit mental dan bunuh diri secara terbuka. Itulah sebabnya penanganan topik yang tepat di media sangat penting. Untuk menghindari "efek Werther," di mana kehati-hatian harus diambil untuk tidak meromantisasi penyakit mental dan bunuh diri.
Bijak dalam mengidolakan panutan
Dikutip dari Kompas, Psikolog dan akademisi dari Universitas Aisyiyah (UNISA) Yogyakarta Ratna Yunita Setiyani Subardjo mengatakan, tidak ada yang salah dengan memiliki idola di dalam hidup. Asalkan, jangan sampai karena idola, kesehatan mental menjadi terganggu.
Terkait fenomena ini, peran orangtua dan lingkungan amat dibutuhkan untuk mengawasi perilaku penggemar terutama di usia remaja.
"Orang tua di antaranya dapat berperan untuk membimbing agar aksi fanatisme bisa lebih bermanfaat, dengan mengambil sudut pandang kerja keras dan bagaimana usaha kreatif sang idola," ujar Ratna. Dengan demikian, idola akan menjadi inspirasi yang mendorong semangat anak muda dalam meraih impiannya.
Sosok panutan masih diminati
Namun, bintang pop tidak sepenuhnya tenggelam. Penyanyi top AS Taylor Swift, misalnya, sangat mirip dengan sosok panutan klasik.
Sebuah komunitas telah terbentuk di sekelilingnya, di mana para penggemar merasa "diayomi dengan baik dan (merasa) nyaman," jelas psikolog Lothar Janssen.
Meskipun Goethe harus melepaskan status bintang popnya, baik sebagai penulis maupun karya-karyanya — termasuk "The Sorrows of Young Werther" — ia tetap terkenal hingga hari ini.
Artikel ini diadaptasi dari bahasa Jerman
Dilengkapi tulisan dari sumber lain.