Namun, pada tahun 1982, ia dan yang lainnya memisahkan diri dari kelompok tersebut dan membentuk kelompok baru yang disebut Islamic Amal, menurut laporan BBC.
Islamic Amal menerima dukungan militer dan organisasi yang cukup besar dari Garda Revolusi Iran yang bermarkas di Lembah Bekaa.
Islamic Amal muncul sebagai milisi Syiah yang paling menonjol dan efektif yang kemudian membentuk Hizbullah.
Pada tahun-tahun berikutnya, Nasrallah dengan cepat naik pangkat di jajaran Hizbullah.
Ia pertama kali bertugas sebagai pejuang, kemudian menjadi direktur kelompok di Baalbek (sebuah kota di Lebanon), dan kemudian seluruh wilayah Bekaa, diikuti oleh Beirut.
Pada tahun 1992, saat ia berusia 32 tahun, Nasrallah diangkat sebagai pemimpin Hizbullah setelah pendahulunya, Abbas al-Musawi, tewas dalam serangan Israel.
Nasrallah menyerukan pembebasan Yerusalem dan menyebut Israel sebagai 'entitas Zionis'.
Ia menegaskan bahwa semua imigran Yahudi harus kembali ke negara asal mereka dan bahwa harus ada satu Palestina dengan kesetaraan bagi Muslim, Yahudi, dan Kristen, menurut laporan The New York Times.
Setelah mengambil alih kendali Hizbullah, Nasrallah menjalin hubungan erat dengan Iran, yang merupakan pendukung utama kelompok tersebut saat ini.
Dengan bantuan keuangan dan politik yang signifikan dari Iran, ia mengubah kelompok tersebut menjadi kekuatan yang tangguh dan pemain regional utama.
Nasrallah berhasil mengelola perang intensitas rendah melawan Israel yang akhirnya mendorong Israel untuk menarik pasukannya dari Lebanon selatan setelah pendudukan selama 18 tahun pada tahun 2000.
Baca juga: Iran Mengamuk, Tembakkan 500 Rudal ke Israel: Balasan atas Pembunuhan Nasrallah & Haniyeh
Selanjutnya, pemimpin Hizbullah tersebut mengklaim bahwa kemenangan itu adalah kemenangan Arab pertama melawan Israel.
Hizbullah dan Israel kembali terlibat dalam perang pada tahun 2006 setelah kelompok tersebut menculik dua tentara Israel.
Pertempuran berlangsung selama 34 hari dan mengakibatkan kerusakan besar serta hilangnya nyawa.