News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Netanyahu Dianggap Tidak Memiliki Strategi Pasca-perang

AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Netanyahu Dianggap Tidak Memiliki Strategi Pasca-perang

Seorang pejabat AS yang mengetahui pemikiran pemerintah Israel mengatakan kepada surat kabar Amerika Serikat, The Washington Post, bahwa Israel memiliki strategi untuk menghantam Hizbullah. "Namun, belum tentu ada strategi tentang apa yang akan terjadi selanjutnya, bagaimana cara keluar dari situ.”

Sebagian dari masalahnya, kata pejabat itu, adalah konflik di dalam pemerintahan Israel sendiri. Sementara kelompok sayap kanan ingin melihat Israel menyerang dengan tegas sekutu Hizbullah, Iran, yang pekan lalu meluncurkan 200 rudal ke Israel sebagai pembalasan atas pembunuhan Nasrallah dan para pemimpin lainnya. Kelompok yang lebih moderat dalam pemerintahan Netanyahu menganggap bahwa bekerja sama dengan Amerika Serikat adalah cara yang tepat.

Sebagian besar masyarakat Israel juga berpikir bahwa pemerintahnya tidak melakukan cukup banyak hal dalam perencanaan untuk mengakhiri perang.

Menurut sebuah jajak pendapat baru-baru ini oleh The Jewish People Policy Institute, 57% melihat kurangnya tujuan yang jelas sebagai alasan mengapa perang berlangsung selama ini.

Di antara temuan-temuan penting lainnya, 76% warga Israel berpendapat bahwa perang ini berlarut-larut karena pemerintah tidak mengambil keputusan yang tepat secara cepat. 55% percaya bahwa perang telah berkepanjangan karena pertimbangan politik pemerintah koalisi.

Meskipun jajak pendapat menunjukkan bahwa partai Likud Netanyahu telah mendapatkan kembali dukungan dalam beberapa minggu terakhir, koalisi sayap kanan negara ini masih tertinggal dari partai-partai oposisi.

Mengenai "kemenangan total” Netanyahu, Komite Urusan Luar Negeri dan Pertahanan Parlemen Israel dijadwalkan bertemu pada 6 Oktober untuk secara resmi mendefinisikan istilah "kemenangan” dan "kekalahan”. Namun, pertemuan tersebut akhirnya dibatalkan.

Potensi solusi dua negara ditolak

Kurangnya strategi pemerintah Israel juga menimbulkan masalah tentang apa yang seharusnya terjadi setelah perang.

Politisi sayap kanan pemerintah telah mendorong perluasan permukiman Tepi Barat, yang dianggap ilegal oleh sebagian besar masyarakat internasional, bahkan beberapa di antaranya mendorong pemukiman kembali Israel di Jalur Gaza. Namun, suara-suara dari negara Arab dan Muslim yang menyerukan normalisasi hubungan dengan Israel sebagai imbalan untuk mengizinkan pendirian negara Palestina semakin keras.

Politisi Arab paling senior yang berbicara tentang masalah ini adalah Ayman Safadi, Menteri Luar Negeri Yordania. Dalam sebuah konferensi pers setelah pidato Netanyahu di Majelis Umum PBB pada bulan September, Safadi mengatakan bahwa negara-negara Arab dan Muslim bersedia menjamin keamanan Israel jika mereka menyetujui pendirian sebuah negara Palestina sesuai dengan perbatasan sebelum tahun 1967.

"Kami di sini, anggota komite Muslim-Arab yang diberi mandat oleh 57 negara Arab dan Muslim, dengan sangat tegas, kami semua bersedia menjamin keamanan Israel dalam konteks Israel mengakhiri pendudukan dan mengizinkan berdirinya sebuah negara Palestina,” katanya.

Menurut Safadi, Israel telah menolak solusi dua negara. Pemerintah Israel tidak memiliki sikap resmi terhadap solusi dua negara, tetapi beberapa anggotanya telah secara tegas menolak prospek Palestina memiliki negara sendiri.

"Dapatkah Anda bertanya kepada para pejabat Israel apa tujuan akhir mereka, selain hanya perang dan perang dan perang?” tanya Safadi.

Diadaptasi dari artikel DW bahasa Inggris

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini