Baru-baru ini, negara-negara Barat menuduh Korea Utara telah mengirimkan pasukannya untuk bertempur bersama Rusia melawan Ukraina.
Tuduhan ini, meskipun dibantah oleh Kremlin, menguatkan keyakinan bahwa pasukan yang dipimpin Kim Jong Un telah dikerahkan ke medan perang, khususnya di wilayah Donbass dan Kursk.
Ukraina mengeklaim memiliki bukti yang menunjukkan bahwa enam perwira asal Pyongyang tewas dalam serangan di Donetsk.
Selain itu, laporan intelijen dari Kiev menyebutkan bahwa 18 prajurit Korea Utara telah kabur ketika dikerahkan di perbatasan Kursk dengan Sumy, Ukraina.
Apa Itu Batalion Khusus Buryat dan Siapa Anggotanya?
Dari keterangan intelijen Ukraina, diketahui bahwa Rusia telah membentuk batalion baru yang dikenal sebagai Batalion Khusus Buryat, yang terdiri dari sekitar 3.000 prajurit Korea Utara.
Media Ukraina, Liganet, menyatakan bahwa batalion ini dibentuk di pangkalan Brigade Serangan Udara Terpisah ke-11 dari pasukan pendudukan Rusia.
Anggota Batalion Khusus Buryat dipersenjatai dengan senapan ringan dan amunisi, dan keberadaan mereka mungkin disebabkan oleh semakin menipisnya pasukan Rusia akibat peperangan yang terus berlangsung.
Melalui penambahan pasukan dari Korea Utara, Rusia berharap dapat mengurangi beban pasokan pasukannya di medan perang.
Mengapa Rusia Bergantung pada Pasukan Nonkonvensional?
Ketergantungan Rusia pada pasukan nonkonvensional, termasuk pasukan asing, menunjukkan betapa kritisnya situasi di medan perang.
Sejak konflik dengan Ukraina dimulai pada tahun 2022, banyak pasukan Kremlin telah tewas atau terluka di front Donbass.
Oleh karena itu, merekrut tentara dari luar, termasuk Korea Utara, adalah langkah yang diambil untuk menjaga kekuatan tempur mereka.
Apa yang Dikatakan Para Ahli Mengenai Situasi Ini?
Menurut laporan dari The Kyiv Independent, Korea Utara telah mengirim sekitar 10.000 tentara ke Rusia untuk mendukung upaya militernya melawan Ukraina.
Namun, hingga saat ini, masih belum jelas jenis tentara yang dikirim serta peran apa yang mereka harapkan dalam konflik tersebut.
Alexey Bessudnov, seorang peneliti dari Universitas Exeter, dalam studi Desember 2022, menyoroti ketidaksetaraan etnis di antara korban tewas Rusia di Ukraina.