TRIBUNNEWS.COM - Jaksa Pengadilan Kriminal Internasional (ICC), Karim Khan akan membatalkan permintaan surat perintah penangkapan jika kematian pemimpin Hamas, Yahya Sinwar, telah dikonfirmasi.
"Sesuai dengan praktik standar, kantor akan mengambil tindakan relevan jika informasi yang cukup telah diterima yang mengonfirmasi kematiannya," kata divisi jaksa ICC, Karim Khan, tentang Sinwar, menurut The Associated Press.
Mengutip Al Jazeera, militer Israel mengatakan pasukannya telah membunuh Yahya Sinwar dalam sebuah operasi di Gaza Selatan pada hari Rabu (16/10/2024).
Hamas belum mengomentari laporan kematian Sinwar.
Namun, Israel telah merilis video yang mereka klaim sebagai detik-detik terakhir Sinwar.
Permintaan Surat Perintah Penangkapan terhadap Pejabat Israel dan Hamas
Pada bulan Mei lalu, Karim Khan mengumumkan bahwa ia resmi mengajukan surat perintah penangkapan terhadap PM Israel Benjamin Netanyahu dan Menteri Pertahanan Israel Yoav Gallant.
Keduanya dianggap berperan atas kejahatan yang menyebabkan pemusnahan, kelaparan sebagai metode perang, termasuk penolakan pasokan bantuan kemanusiaan, dan dengan sengaja menargetkan warga sipil dalam konflik.
Di samping itu, Khan juga mengajukan surat perintah penangkapan untuk tiga pemimpin Hamas, yakni Yahya Sinwar, mantan pemimpin politik Ismail Haniyeh, dan komandan Brigade al-Qassam Mohammed Diab Ibrahim Al-Masri atas dugaan kejahatan perang, termasuk pemusnahan, pembunuhan, penyanderaan, kekerasan seksual, penyiksaan, dan pelanggaran hukum internasional lainnya.
Namun, Haniyeh dibunuh pada akhir Juli oleh agen Israel di Teheran, Iran.
Israel juga mengklaim telah membunuh Al-Masri, meskipun hal ini belum dikonfirmasi.
Karena ICC dituduh bergerak terlalu lambat dalam mengeluarkan surat perintah penangkapan bagi para pemimpin Israel dan Hamas, Khan mendesak pengadilan untuk segera memberikan keputusannya.
Baca juga: Respons Netanyahu, Joe Biden, Kamala Harris dan Iran atas Kabar Kematian Pemimpin Hamas Yahya Sinwar
Karim Khan bertindak hati-hati karena Israel sebelumnya kerap mengintimidasi mantan Jaksa ICC, Fatou Bensouda, sebagai tanggapan atas usahanya mencari keadilan bagi penjahat perang Israel.
Anggota parlemen AS juga mengancam akan memberikan sanksi kepada pejabat ICC yang berupaya meminta pertanggungjawaban para pemimpin Israel atas pelanggaran hukum internasional.
Dalam sebuah opini yang diterbitkan awal minggu ini oleh Al Jazeera, mantan pejabat Perserikatan Bangsa-Bangsa Moncef Khane menulis bahwa "kredibilitas ICC berada di ujung tanduk".
"Khan membutuhkan waktu tidak kurang dari tujuh bulan untuk merekomendasikan kepada majelis praperadilan pengadilan agar mengeluarkan surat perintah penangkapan untuk Netanyahu dan Gallant, meskipun sudah ada sejumlah besar bukti tentang peran mereka dalam kejahatan perang yang dilakukan di Gaza," katanya.
"Sekarang setelah ia melaksanakan tugasnya, tiga hakim yang bertugas di majelis praperadilan akan memutuskan apakah akan mengeluarkan surat perintah atau tidak."
"Jumlah bukti yang mencolok dan luar biasa tentang kejahatan perang, kejahatan terhadap kemanusiaan, genosida, dan kejahatan agresi sedemikian rupa sehingga jika mereka melarikan diri dari tanggung jawab mereka, mereka akan membunyikan lonceng kematian ICC."
Analis: Dugaan kematian Sinwar bukan 'pembukaan' bagi perundingan Israel untuk mengakhiri perang di Gaza
Hassan Mneimneh, seorang analis politik di Middle East Institute, mengatakan kepada Al Jazeera bahwa pemikiran Netanyahu untuk segera mencapai kesepakatan gencatan senjata setelah kematian Yahya Sinwar, didasarkan pada asumsi yang salah.
"Itu didasarkan pada premis yang salah bahwa Hamas dan Sinwar-lah yang menghalangi tercapainya kesepakatan," kata Mneimneh kepada Al Jazeera.
"Semua orang mengakui - baik secara implisit maupun eksplisit - bahwa itu adalah keputusan Netanyahu, keputusan Israel untuk tidak menerima segala jenis perjanjian kesepakatan senjata tanpa penghapusan Hamas," katanya.
"Jadi inilah mengapa, pada titik ini, berpura-pura bahwa ini adalah pembukaan [untuk perundingan dengan Hamas], adalah sesuatu yang tidak jujur," katanya.
(Tribunnews.com, Tiara Shelavie)