Iran Siapkan Peningkatan Anggaran Pertahanan Sebesar 200 Persen untuk Tahun Mendatang
TRIBUNNEWS.COM- Iran telah mengusulkan rencana untuk meningkatkan anggaran militer dan pertahanannya untuk tahun mendatang sebesar 200 persen, kata seorang juru bicara pemerintah beberapa hari setelah serangan Israel terhadap lokasi militer di Republik Islam tersebut.
"Pemerintah telah mempertimbangkan berbagai sektor dalam rancangan anggaran yang telah diserahkan kepada Parlemen untuk tahun fiskal Iran berikutnya. Kabinet telah mempertimbangkan kenaikan anggaran pertahanan sebesar 200 persen untuk tahun depan," kata juru bicara Fatemeh Mohajerani pada tanggal 29 Oktober.
Juru bicara itu juga menekankan bahwa serangan Israel baru-baru ini terhadap Iran merupakan pelanggaran kedaulatan negara dan bahwa Teheran berhak untuk menanggapi dengan cara yang tepat.
“Dewan Keamanan Nasional Tertinggi akan menentukan waktu dan cara tanggapan Iran terhadap agresi Israel,” imbuhnya.
“Israel yakin bahwa Israel dapat menyerang persatuan nasional di Iran melalui tindakannya, tetapi dengan demikian Israel akan memperkuat persatuan dan keharmonisan nasional di antara warga Iran.”
Baca juga: Iran Genjot Anggaran Militer Hingga 200 Persen, Dalih Tingkatkan Pertahanan untuk Hadapi Israel
Israel melancarkan serangan rudal dan pesawat nirawak terhadap lokasi militer Iran di provinsi Teheran, Khuzestan, dan Ilam pada dini hari tanggal 26 Oktober, menewaskan empat tentara Iran. Pertahanan udara Iran berhasil mencegat banyak proyektil yang masuk dan menggagalkan sebagian besar serangan, menurut para pejabat. Dikatakan bahwa kerusakan terbatas sedang diselidiki di beberapa lokasi.
Tel Aviv mengklaim telah menyerang lokasi pertahanan udara dan produksi rudal. Menurut Kepala Staf Angkatan Darat Israel Herzi Halevi, Israel melancarkan serangan "terkendali" dan dapat "melakukan lebih banyak lagi."
Serangan itu merupakan respons terhadap peluncuran ratusan rudal balistik Teheran ke Israel pada awal Oktober, yang menargetkan beberapa pangkalan militer Israel sebagai respons atas pembunuhan pemimpin perlawanan Ismail Haniyeh dan Hassan Nasrallah.