Operation True Promise III, Iran Balas Serang Israel Akhir Pekan Ini? AS Kehabisan Rudal Pertahanan Udara
TRIBUNNEWS.COM - Israel dilaporkan tengah bersiap menghadapi serangan balasan Iran atas serangan negara pendudukan tersebut ke Teheran Sabtu (26/10/2024) lalu.
Seorang narasumber anonim dengan jabatan tinggi di pemerintahan Iran menyatakan, balasan Teheran akan 'pasti' dan 'menyakitkan' bagi Israel.
Sumber anonim itu mengungkap kalau serangan Iran kemungkinan besar bakal dilancarkan sebelum berlangsungnya pemilihan presiden AS pada 5 November mendatang.
Baca juga: Diguyur Bom dari Udara, Kenapa Jet-Jet Iran Tak Kejar Pesawat Tempur Israel Saat Diserang?
Diprediksi, Iran kembali akan meluncurkan gelombang serangan rudal balistik dalam jumlah besar seperti yang mereka pertontonkan pada 1 Oktober 2024 dalam tajuk 'Operation True Promises II' sebagai respons kematian petinggi Hamas, Ismail Haniyeh dan pembunuhan Sekretaris Jenderal Hizbullah, Hassan Nasrallah.
Artinya, serangan balasan Iran ke Israel dalam tajuk Operation True Promise III itu akan terjadi dalam beberapa hari ke depan meski belum ada kepastian tanggal pelaksanaan serangan balasan.
Bahaya Besar Bagi Israel, AS Kehabisan Rudal Pertahanan Udara
Jika Iran kembali melancarkan ratusan atau bahkan ribuan rudal balistiknya, itu akan menjadi ancaman besar bagi Israel.
Kekhawatiran itu muncul seiring kabar kalau Amerika Serikat (AS) sekutu utama dan abadi Israel, kehabisan rudal pertahanan udara.
Sebuah laporan menyatakan, AS kehabisan stok rudal justru setelah memberikannya kepada Israel.
"Kekurangan stok ini justru dapat menimbulkan dampak serius bagi AS sendiri," kata laporan Wall Street Journal, dikutip Jumat (1/11/2024).
Sudah menjadi rahasia umum, kalau setiap kali Amerika Serikat membela sekutunya, negara itu berusaha sekuat tenaga untuk membela.
"Tetapi ada laporan yang mengklaim kalau sistem pertahanan mereka sendiri (AS) mungkin sekarang dalam krisis karena mereka akhirnya menggunakan terlalu banyak dari persenjataan mereka sendiri untuk mendistribusikannya ke Israel selama perang mereka di Gaza," tulis ulasan economictimes.
Stok Rudal AS Menipis, Justru Kini Rentan Sendiri
So, apakah benar pasokan pertahanan udara Amerika dalam krisis?
Sebuah laporan baru oleh Wall Street Journal telah mengungkapkan kalau pejabat AS telah meluncurkan lebih dari seratus rudal Standard sejak serangan Hamas di tanah Israel pada bulan Oktober.
Senjata-senjata ini juga telah digunakan untuk mempertahankan Israel dari serangan Iran yang tiada henti, demikian menurut laporan tersebut.
Dengan penggunaan senjata Amerika secara besar-besaran ini, terjadi kekurangan pasokan.
"Para analis dan pejabat pertahanan semakin khawatir bahwa AS akan membuat dirinya rentan jika pasokan tidak diisi ulang secepatnya," tulis laporan itu.
Kementerian Pertahanan AS (DoD) alias Pentagon masih bungkam tentang statistik terkini rudal pertahanan udara mereka.
"Skenario seperti perang saat ini bukanlah bagian dari perencanaan pertahanan AS dan merupakan konflik yang berkepanjangan yang mungkin berlangsung selama hubungan geopolitik antara kedua negara tidak diperbaiki," tambah ulasan tersebut.
Sementara itu, Pentagon juga bungkam tentang berapa banyak rudal pertahanan udara yang tersisa di gudang senjata mereka saat ini, dengan alasan masalah keamanan nasional.
Jendral IRGC: Israel Akan Hadapi Konsekuensi Pahit
Adapun serangan tersebut merupakan pembalasan atas serangan udara yang dilakukan Israel dengan menargetkan fasilitas militer Iran yang berlokasi di Teheran, Khuzestan, dan Ilam.
Pemerintah Iran tak melaporkan adanya kerusakan yang ditimbulkan dari serangan tersebut.
Akan tetapi menurut keterangan media lokal, pertahanan anti pesawat Iran berhasil menembak jatuh sejumlah drone yang mendekati wilayah udara Teheran.
Baca juga: Iran akan Respons Serangan Israel Meski Hanya Diserang dengan Peluru di Gurun
Bahkan pemerintah Iran juga menghina serangan Israel sangat lemah. Pasalnya, serangan udara Israel dinilai hanya seperti kembang api atau petasan.
Meski begitu Komandan tertinggi Korps Garda Revolusi Islam (IRGC) Iran, Mayor Jenderal Hossein Salami, mengatakan Israel akan menghadapi konsekuensi pahit atas serangannya pekan lalu.
"Israel telah gagal mencapai tujuannya yang tidak menyenangkan," katanya.
"Itu tanda salah perhitungan dan ketidakberdayaan. Namun akan ada da konsekuensi pahit yang tidak akan terbayangkan bagi Israel," imbuh jenderal tersebut.
AS Minta Iran Tak Berulah
Merespon bocornya rencana serangan Iran ke Israel, Menteri Pertahanan Amerika Serikat (AS) Lloyd Austin langsung melayangkan peringatan keras ke Iran.
Austin mendesak Iran untuk tidak membuat kesalahan dalam menanggapi serangan Israel.
Dalam kesempatan itu Austin juga menegaskan kembali komitmen kuat AS terhadap keamanan Israel dan dukungan terhadap hak Israel untuk mempertahankan diri.
AS mengancam bahwa pihaknya tak segan memberikan konsekuensi menyakitkan jika Iran memilih untuk membalas.
"Saya menekankan bahwa Amerika Serikat berada dalam posisi yang baik untuk membela pasukan dan fasilitas AS di seluruh wilayah dan menjelaskan bahwa Iran tidak boleh membuat kesalahan dalam menanggapi serangan Israel, yang seharusnya menandai berakhirnya pertukaran (serangan) ini," tulis Austin di media sosial X, dilansir Anadolu.
Di Balik Nama Operation True Promise Iran
Jika Iran benar kembali menyerang Israel dalam siklus 'Balas-Membalas', maka ini adalah serangan langsung ketiga Teheran ke Tel Aviv dalam enam bulan belakangan.
Eskalasi ini menggambarkan betapa dua negara musuh bebuyutan makin frontal terlibat dalam peperangan di kawasan Timur Tengah.
Iran melancarkan serangan langsung pertamanya ke Israel pada Sabtu (13/4/2024) malam.
Dalam serangan itu, lebih dari 300 drone dan rudal ditembakkan ke wilayah Israel dalam aksi yang disebut Operation True Promise atau Operasi Janji Sejati.
Serangan itu dilakukan sebagai balasan atas serangan ke konsulat Iran di Damaskus, Suriah pada 1 April 2024.
Peristiwa ini menjadi serangan langsung pertama yang diluncurkan sejak Iran dan Israel bermusuhan usai Revolusi Islam pada 1979.
Serangan kedua Iran, seperti dijelaskan di atas, terjadi pada 1 Oktober 2024, sebagai pembalasan atas pembunuhan Ismail Haniyeh di Teheran dan Hassan Nasrallah di Beirut dalam serangan udara yang dilaporkan juga menewaskan petinggi Korps Garda Revolusi Iran (IRGC)
Lalu, apa itu Operation True Promise?
IRGC menamai serangan-serangan Iran ke Israel sebagai Operation True Promise.
Dikutip dari Al Jazeera, nama operasi itu digunakan sebagai upaya para pemimpin tertinggi Iran untuk menepati janjinya akan menghukum pihak yang menyerang negara itu, termasuk Israel atau pihak lain.
Sebelum Operation True Promise I, Israel diduga menyerang kantor konsulat Iran di Damaskus, Suriah hingga menewaskan seorang komandan militer Iran, Mayor Jenderal Mohammad Reza Zahed.
Bagi Iran, operasi ini sebagai balasan dari serangan yang dilakukan kepada perwakilan diplomatik mereka yang melanggar Konvensi Wina.
Kekuatan Militer Iran
Iran belum mengungkapkan berapa jumlah pasti drone atau rudal balistik yang digunakan untuk menyerang Israel dalam Operation True Promise I.
Selama serangan, ledakan terdengar di seluruh Israel, termasuk Tel Aviv dan Yerusalem.
Dikutip dari Al Jazeera, Daniel Hagari mengatakan bahwa serangan Iran melibatkan lebih dari 120 rudal balistik, ratusan drone, dan lebih dari 30 rudal jelajah.
Dalam Operation True Promise II, serangan Iran ke Israel jauh lebih besar dengan melibatkan sekitar 200-an rudal balistik.