TRIBUNNEWS.COM - Sebuah rumah sakit di Gaza Utara mengalami krisis medis di tengah meningkatnya serangan Israel.
Direktur RS Al-Awda, Mohammed Salha mengatakan bahwa saat ini rumah sakit tersebut hanya beroperasi dengan kemampuan kesehatan yang terbatas.
Bahkan, saat ini hanya satu dokter bedah yang tersisa di rumah sakit tersebut.
Di mana korban luka yang harus segera ditangani terus bertambah akibat serangan Israel.
"Rumah Sakit Al-Awda adalah satu-satunya rumah sakit di Gaza utara yang memiliki dokter spesialis bedah umum yang menangani banyak korban luka yang memerlukan tindakan medis segera," kata Salha, dikutip dari Anadolu Anjansi.
Saat ini, Salha mencatat, korban yang memerlukan tindakan bedah segera sebanyak 70 persen.
Ia juga menceritakan, korban-korban yang terluka akibat serangan Israel ini dibawa warga menggunakan jasa warga dan kereta hewan.
Hal tersebut, terjadi lantaran sebagian besar ambulans telah dihancurkan oleh tentara Israel.
Atas krisis medis yang terjadi di Gaza Utara saat ini, Salha mendesak tentara Israel untuk segera membuka koridor aman.
"Saya mendesak pembukaan koridor aman untuk memindahkan pasien yang terluka yang tidak dapat dirawat di rumah sakit di Gaza utara ke pasien lain di Kota Gaza," tegasnya
PBB: Semua Orang di Gaza Utara Berisiko Tinggi Mengalami Kematian
Seorang pejabat tinggi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mengatakan, saat ini situasi di Jalur Gaza sangat mengerikan.
Baca juga: Sempat Tertunda, Kampanye Vaksinasi Polio Akan Dilanjutkan di Gaza Utara
"Situasi di Jalur Gaza utara adalah 'apokaliptik' karena Israel melakukan serangan militer di daerah tersebut," kata pejabat tersebut, dikutip dari The New Arab.
Ia memperingatkan bahwa warga di Gaza Utara berpotensi menghadapi resiko kematian akibat serangan Israel yang tak kunjung mandek.
"Seluruh penduduk Palestina di Gaza Utara berada pada risiko kematian yang sangat besar akibat penyakit, kelaparan, dan kekerasan," kata mereka dalam sebuah pernyataan yang ditandatangani oleh penjabat kepala bantuan PBB Joyce Msuya, kepala badan-badan PBB, termasuk badan anak-anak PBB UNICEF dan Program Pangan Dunia, dan kelompok-kelompok bantuan lainnya.
Terlebih lagi saat ini Israel terus menghalangi akses apapun untuk memasuki Gaza Utara.
"Bantuan kemanusiaan tidak dapat memenuhi skala kebutuhan karena keterbatasan akses. Barang-barang kebutuhan pokok yang menyelamatkan nyawa tidak tersedia. Para pekerja kemanusiaan tidak aman untuk melakukan pekerjaan mereka dan dihalangi oleh pasukan Israel serta oleh rasa tidak aman untuk menjangkau orang-orang yang membutuhkan," kata mereka.
Oleh karena itu, PBB mendesak Israel untuk menghentikan serangan terhadap warga Gaza dan pekerja kemanusiaan.
Baca juga: Era Baru Peperangan, Israel Siapkan Laser Iron Beam
Sebagai informasi, Israel telah memulai operasi militer besar-besaran di Gaza Utara pada bulan lalu.
Lebih dari 1.200 orang tewas di Gaza utara sejak serangan dimulai pada 5 Oktober.
Israel terus melancarkan serangan dahsyat terhadap Gaza sejak Oktober 2023, meskipun ada resolusi Dewan Keamanan PBB yang menuntut gencatan senjata segera.
Total korban tewas di Gaza sejak Oktober 2023 mencapai lebih dari 43.200 orang.
Sebagian besar korban tewas merupakan wanita dan anak-anak.
Lebih dari 101.800 orang terluka akibat serangan Israel.
(Tribunnews.com/Farrah Putri)
Artikel Lain Terkait Gaza Utara dan Konflik Palestina vs Israel