News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Pemilihan Presiden Amerika Serikat

Bagaimana Nasib Gaza dan Ukraina di Tangan Donald Trump atau Kamala Harris?

Penulis: Andari Wulan Nugrahani
Editor: Bobby Wiratama
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Calon presiden AS Kamala Harris dan Donald Trump. Konflik di Gaza yang masih berlangsung dan semakin panas hingga perang Rusia-Ukraina yang terus bergulir telah membuat perang Washington dipertanyakan. Bagaimana Nasib Gaza dan Ukraina di Tangan Donald Trump atau Kamala Harris?

TRIBUNNEWS.COM - Sosok yang memenangkan Pemilihan Presiden Amerika Serikat (AS) sangat dinantikan dunia.

Rakyat Amerika menentukan pilihan mereka dalam Pemilu AS 2024 besok, Selasa (5/11/2024) waktu setempat.

Pemilu AS hanya melibatkan dua partai besar, yakni Partai Republik dan Partai Demokrat, meski tidak menutup kemungkinan adanya kandidat jalur independen.

Partai Republik mengusung mantan Presiden AS, Donald Trump dan JD Vance, sedangkan dari Partai Demokrat diwakili oleh Wakil Presiden AS, Kamala Harris dan Tim Walz.

Akankah Harris, pernah berkata bahwa di "masa-masa yang tidak menentu ini, AS tidak bisa mundur" dari perannya di kancah global, menjadi Presiden Amerika Serikat selanjutnya?

Atau akankah Donald Trump yang punya prinsip "Amerikanisme, bukan globalisme" yang akan memimpin?

Konflik di Gaza yang berlangsung lebih dari setahun terakhir dan semakin panas hingga perang Rusia-Ukraina yang terus bergulir telah membuat peran Washington dipertanyakan.

Bagaimanapun, AS adalah pemain penting karena kekuatan ekonomi dan militernya, serta perannya dalam banyak aliansi.

Dikutip dari BBC, sejumlah pengamat berkomentar mengenai bagaimana Pemilu AS akan berdampak terhadap situasi global.

Mantan Wakil Sekretaris Jenderal NATO, Rose Gottemoeller menyebut Trump sebagai mimpi buruk bagi Eropa.

"Ancamannya untuk menarik diri dari NATO terus bergaung," katanya.

Kalau dibandingkan dengan negara-negara di luar NATO, AS menghabiskan lebih banyak uang untuk militernya ketimbang 10 negara termasuk China dan Rusia.

Baca juga: Pilpres AS, Donald Trump dan Kamala Harris Sama-sama Kuat, Negara Bagian Ini Bakal Jadi Penentu

Jika ditilik, nilai belanja pertahanan AS setara dua pertiga dari total anggaran militer 31 negara anggota NATO lainnya.

Trump dengan bangganya mengatakan bahwa dia bersikap keras untuk memaksa negara-negara NATO lainnya memenuhi target belanja mereka, setara 2 persen dari PDB mereka.

Hanya 23 negara anggota NATO yang mencapai target itu pada 2024.

Namun, pernyataan Trump yang tidak menentu masih terasa janggal.

Gottemoeller yakin "NATO akan berada di tangan Washington yang baik" kalau Harris menang.

Akan tetapi, dia juga memberi peringatan.

"Dia akan siap untuk terus bekerja dengan NATO dan Uni Eropa demi meraih kemenangan di Ukraina, tapi dia tidak akan mundur untuk memberi tekanan [pengeluaran] terhadap Eropa".

Meski demikian, pemerintahan Harris akan diimbangi dengan Senat atau DPR yang bisa saja dikuasai Partai Republik.

Partai Republik akan cenderung untuk tidak mendukung perang di negara asing dibandingkan Partai Demokrat.

Jadi, ada semacam kekhawatiran bahwa siapa pun yang terpilih menjadi presiden, tekanan terhadap Ukraina akan meningkat untuk menemukan cara mengakhiri peran. Itu karena parlemen AS akan enggan menyetujui paket bantuan besar.

Presiden AS berikutnya harus bekerja di tengah risiko terbesar terjadinya konfrontasi kekuatan-kekuatan besar global sejak era Perang Dingin.

"AS tetap menjadi aktor internasional yang paling berpengaruh soal perdamaian dan keamanan", kata Presiden dan CEO International Crisis Group, Comfort Ero.

"Tapi kekuatan AS untuk membantu menyelesaikan konflik berkurang," tambahnya.

Baca juga: Donald Trump vs Kamala Harris: Siapa Capres yang Paling Zionis atau Pro-Israel?

Perang seperti di Ukraina melibatkan banyak kekuatan, sedangkan konflik seperti di Sudan mengadu aktor-aktor regional yang bersaing demi kepentingan masing-masing.

Beberapa pihak lebih memilih berinvestasi dalam perang ketimbang perdamaian.

Selain itu, Ero berpendapat bahwa standar moral AS juga dipertanyakan.

"Aktor-aktor global menyadari bahwa AS menerapkan satu standar moral atas tindakan Rusia di Ukraina, tapi juga menerapkan standar berbeda atas tindakan Israel di Gaza," kata dia.

"Perang di Sudan sangat mengerikan, tapi dianggap sebagai prioritas kedua," sambung Ero.

Kemenangan Harris "merepresentasikan keberlanjutan pemerintahan AS saat ini."

Sedangkan jika Trump yang menang, maka dia "mungkin akan memberi Israel keleluasaan yang lebih besar di Gaza dan di tempat lain".

Trump juga "mengisyaratkan bahwa dia bisa mencoba agar Ukraina dan Rusia dapat mencapai kesepakatan tanpa mengorbankan Kyiv."

Mengenai konflik di Timur Tengah, Harris telah berulang kali mengulangi dukungan tegas Biden soal "hak Israel untuk membela diri."

Namun, dia juga menekankan bahwa "pembunuhan warga Palestina yang tidak bersalah harus dihentikan.";

Sementara itu, Trump juga menyatakan bahwa sudah waktunya untuk "kembali berdamai dan berhenti membunuh orang."

Di sisi lain, dia juga dilaporkan telah berkata kepada pemimpin Israel Benjamin Netanyahu untuk "melakukan apa yang harus Anda lakukan."

Trump menganggap dirinya sebagai pembawa perdamaian.

Mengenai Ukraina, Trump tidak pernah menyembunyikan kekagumannya terhadap sosok kuat seperti Presiden Rusia Vladimir Putin.

Dia telah menegaskan bahwa dia ingin mengakhiri perang di Ukraina, dan dengan itu mengakhiri dukungan militer dan keuangan AS yang besar.

Sebaliknya, Harris mengatakan, "Saya bangga mendukung Ukraina. Saya akan terus mendukung Ukraina. Saya akan berusaha untuk memastikan Ukraina memenangkan perang ini."

Namun, Ero khawatir situasi global akan menjadi lebih buruk siapa pun yang terpilih.

(Tribunnews.com, Andari Wulan Nugrahani)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini