TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Perekonomian Pakistan disebut semakin terbebani dalam beberapa tahun terakhir.
Para ahli melihat Pakistan dalam kondisi keuangan berbahaya, karena terjerat ketergantungan utang (debt trap) yang mengancam stabilitas ekonomi, sosial, dan kedaulatan.
"Dalam beberapa tahun terakhir, perekonomian Pakistan semakin terbebani salah satu jebakan utang yang paling parah di dunia," kata akademisi universitas swasta Punjab Fatima Chaudhary, dikutip dari Afghandiaspora, Senin (4/11/2024).
Menurut Fatima, Pakistan sedang menghadapi pembengkakan pembayaran utang dan defisit fiskal yang semakin besar.
Dia mengutip para ahli, bahwa Pakistan berada pada kondisi keuangan berbahaya.
"Meski ada upaya pemerintah untuk mendapatkan dana talangan internasional dan menegosiasikan keringanan utang, Pakistan masih terjerat dalam jaringan ketergantungan utang yang mengancam stabilitas ekonomi, kemajuan sosial, dan kedaulatan nasional," ucap Fatima.
Dia mengutip pernyataan mantan Gubernur Bank Negara Pakistan Murtaza Syed, yang menyuarakan keprihatinan besar atas krisis utang Pakistan. Syed pernah berkata, bahwa Pakistan terjerumus jebakan utang paling mematikan secara global.
Utang ini memaksa pemerintah Pakistan memprioritaskan pembayaran utang ketimbang kebutuhan pembangunan yang penting, sehingga melemahkan investasi penting di bidang kesehatan, pendidikan, dan infrastruktur.
"Sebuah skenario yang tidak berkelanjutan dan dapat memicu kerusuhan sosial dan politik," tutur Fatima, mengutip Syed.
Krisis Utang Pakistan
Salah satu masalah yang mendasari krisis utang Pakistan adalah besarnya pengeluaran tak produktif. Alih-alih menginvestasikan dana pinjaman pada sektor-sektor yang mendorong pertumbuhan, pemerintahan sering kali menyalurkan sumber daya ini ke belanja yang berorientasi pada konsumsi dan non-pembangunan.
Pola ini, kata Fatima, menyebabkan Pakistan tidak mendapatkan pengembalian yang cukup atas proyek-proyek yang dibiayai utang. Hal ini mengakibatkan berkurangnya kapasitas untuk membayar kembali pinjaman tanpa menimbulkan lebih banyak utang.
"Dr. Syed menekankan bahwa pembayaran utang kini menghabiskan sebagian besar pendapatan pemerintah, sehingga hanya menyisakan sedikit dana untuk kesejahteraan sosial, pembangunan infrastruktur, dan inisiatif ketahanan iklim," beber Fatima.
Dia juga mengutip laporan Konferensi PBB tentang Perdagangan dan Pembangunan (UNCTAD). Laporan tersebut mengungkapkan pembayaran bunga di Pakistan berjumlah sekitar 6 persen dari PDB.
Angka yang lebih tinggi dibandingkan negara berkembang lainnya. Dengan rasio utang terhadap pendapatan yang mencapai 65 persen — peringkat kedua setelah Sri Lanka — anggaran Pakistan hanya condong pada pemenuhan kewajiban bunga.