Kekalahan Trump di Pemilu 2026 diikuti kerusuhan massa 6 Januari 2020 di Capitol Hill, sebuah peristiwa politik buruk dalam sejarah modern Amerika.
Di sisi lain, Trump memiliki tantangan berat dan tidak memenangkan hati pemilih Latino atau Kulit Hitam secara keseluruhan.
Tetapi terobosannya membalikkan kemundurannya tahun 2020 di negara bagian medan pertempuran Arizona, Georgia, dan North Carolina.
Seperti yang terjadi pada tahun 2016 dan 2020, jajak pendapat bisa saja meremehkan Trump di tiga negara bagian Blue Wall, yaitu Michigan, Pennsylvania, dan Wisconsin.
Hasil jajak pendapat di sana imbang — tetapi jika sejarah terkini menjadi acuan, itu berarti Trump kemungkinan besar unggul.
Bahkan dalam kekalahan pada tahun 2020, Trump mengaktifkan segmen pemilih yang terlewatkan oleh para pencatat jajak pendapat.
Para pemilih yang cenderung tidak memilih itu bisa saja ikut lagi, dan kampanye mantan presiden tersebut secara khusus menargetkan satu kelompok: pemuda.
Ini kesempatan baginya untuk memicu kesenjangan gender yang akan menguntungkan Donald Trump.
Inilah sebagian cara-cara politik yang dilakukan Donald Trump sebelum puncak pemungutan suara 5 November 2024.
Pertama, selama kampanye berlangsung, isu ekonomi telah menduduki peringkat teratas bagi para pemilih.
Meskipun Harris telah memperkecil kesenjangan ekonomi di tahap akhir kampanye, Trump tetap menjadi kandidat yang lebih dipercaya dalam isu tersebut, dengan keunggulan 6 poin dalam jajak pendapat terakhir New York Times/Siena College.
Kedua, isu imigrasi dan aborsi adalah isu terpenting kedua bagi para pemilih, dan yang pertama adalah isu terbaik Trump.
Harris mencoba untuk bergerak ke tengah dan menggambarkan Trump sebagai orang yang tidak serius dengan menunjuk pada penolakan Trump terhadap RUU imigrasi bipartisan Senat awal tahun ini, tetapi para pemilih tidak mempercayainya.(Tribunnews.com/CNN/Geopolitics LIve/MES/Setya Krisna Sumarga)